Faktor Penghambat Prabowo Subianto

0 36

Penulis: Lalu Sudarmadi

Anggota Dewan Pakar

 

Gerak langkah Presiden Prabowo Subianto (PS) dalam semester pertama mengalami berbagai hambatan. Jangankan untuk mewujudkan pertumbuhan 8% yang ditargetkan, untuk membawa perekonomian bertahan atau survive saja menjadi pertanyaan mendasar saat ini. Faktor external dan internal telah nyata menghadang sebagai penghambat upaya mewujudkan sasaran perekonomian.  Bagaimana semua faktor tersebut akan berpengaruh ke depa? Akankah PS bisa mempertahankan perekonomian dan bisa survive? Harapan kita harus bisa. Maka perlu membahas berbagai faktor penghambat tersebut.

  1. Faktor Eksternal:
  • Donald Trump dan Kebijakan Tarif Tinggi.
    Trump  tokoh ideosyncratic berulah dengan kebijakan tarif yang mengguncang dunia sebagai bagian proteksionis.   Indonesia sebagai negara eksportir akan terdampak dengan kebijakan tarif 32% terutama sektor manufaktur dan perkebunan.
  • Ketidakstabilan Global dan Geopolitik
    Konflik di Laut China Selatan, krisis Timur Tengah, hingga kebijakan suku bunga the Fed akan terus menekan ekonomi global dan memperlemah nilai tukar rupiah.
  1. Faktor Ekonomi Domestik:
  • Kurs Rupiah Terpuruk.
    Rupiah mendekati Rp17.000/USD adalah sinyal negatif yang bisa memperparah beban utang luar negeri dan menekan inflasi. BI kemungkinan akan terus intervensi, tapi dengan cadangan devisa terbatas.
  • PHK dan Perlambatan Ekonomi.
    Sektor manufaktur, startup, dan konstruksi menghadapi gelombang PHK. Konsumsi rumah tangga menurun, sehingga pertumbuhan ekonomi akan stagnan atau menurun.
  • APBN tidak Kondusif & Utang Negara Menumpuk.
    Defisit besar dan utang publik yang tinggi membatasi ruang fiskal untuk stimulus. Beban bunga utang makin berat seiring dengan melemahnya rupiah.
  1. Faktor Politik dan Tata Kelola:
  • Oligarki dan Dominasi Joko Widodo (Jkw).
    Jokowi lewat jaringan bisnis dan elite masih sangat dominan. Jika PS tidak bisa lepas dari bayang-bayang ini, kebijakan akan tersandera kepentingan mereka.
  • KKN Dibiarkan dan Peran Elite tak Tersentuh.
    Tokoh yang menjadi perbincangan di medsos (ET, LBP, ZH, AH, Pr, BL,DAT,BA dll) disebut tetap mendominasi, tapi tidak menunjukkan keberhasilan luar biasa, malah justru beban. Reformasi dan perubahan tata kelola bisa mandek jika tidak ada gebrakan.
  • Ketegangan Sipil-Militer dalam Pemerintahan.
    Masuknya TNI/Polri ke jabatan sipil bisa merusak moral ASN dan menciptakan ketegangan internal birokrasi. Efisiensi birokrasi bisa merosot drastis.
  • Sikap PDIP dan SP/NasDem.
    Mega belum menerima PS, sinyal PDIP belum akan mendukung. Surya Paloh yang memilih di luar kabinet bisa jadi melihat bahwa ini saat yang tepat berada di luar walau bukan jadi oposisi, sembari mengamati  kegagalan dari dalam.
  1. Faktor Sosial dan Psikologis:
  • Masyarakat Terpecah dan Kekuatan Sipil Menguat.
    Mahasiswa, intelektual, dan kalangan kampus mulai bergerak. Jika suara kritis makin membesar dan PS tidak bisa merangkul mereka, stabilitas akan terganggu.

PS Bisa Bertahan, Jika:

  • Berani memutus dominasi oligarki dan menata ulang kabinetnya.
  • Mengambil kebijakan ekonomi populis tapi produktif (subsidi, stimulus UMKM, nasionalisasi aset strategis).
  • Mengelola hubungan baik dengan militer dan polisi sekaligus menjaga kepercayaan birokrasi sipil.
  • Membuka ruang dialog dengan mahasiswa, ‘oposisi’, dan masyarakat sipil.
  • Menjaga komunikasi dengan Mega dan PDIP agar tidak terlalu frontal.

Namun, jika PS hanya jadi pelanjut status quo Jkw, dengan oligarki tetap dominan dan perubahan mandek, maka besar kemungkinan:

  • Legitimasinya menurun drastis,
  • Krisis sosial dan ekonomi makin parah,
  • Dan bukan tidak mungkin desakan pengunduran diri atau reshuffle besar-besaran muncul dalam 1-2 tahun pertama.

Kesimpulan

Secara spesifik,  melihat keputusan Surya Paloh/NasDem untuk tidak masuk kabinet tampaknya elok dan strategis. Jika pemerintahan gagal, bisa menjadi penyelamat dari luar. Tapi jika berhasil,  masih bisa bernegosiasi di tengah jalan.

Simulasi 6-12 Bulan

Skenario Optimistis/Best Case:

  1. Kabinet the Winning Team/Transformatif.
    PS redesign kabinet dengan figur profesional, beberapa tokoh muda, serta tidak terlalu dikuasai oligarki. Publik memberi respons positif.
  2. Kebijakan Ekonomi Populis-Produktif
    • Menurunkan harga pangan lewat subsidi.
    • Memberi bantuan langsung tunai ke masyarakat kecil.
    • Mendorong investasi ke sektor strategis (pangan, energi, logistik).
    • Meredam depresiasi rupiah lewat koordinasi dengan BI.
  3. Pendekatan ke Masyarakat Sipil.
    PS membuka ruang dialog dengan mahasiswa, kampus, NU-Muhammadiyah, dan tokoh masyarakat.
  4. PDIP Mulai Melunak.
    Megawati bertemu PS, sinyal dukungan terbuka. Koalisi lebih solid. NasDem masuk kabinet.
  5. Stabilitas Politik dan Militer Terjaga.
    TNI/Polri tetap profesional, tidak memonopoli jabatan sipil.

Efek: Kepercayaan pasar tumbuh, publik relatif tenang, rating approval naik ke atas 60%.

Skenario Moderat/Tinggi:

  1. Kabinet Campuran – Banyak Titipan.
    Mayoritas tetap orang-orang Jkw n oligarki, profesional hanya simbolik.
  2. Ekonomi Masih Sulit
    • Rupiah tetap tertekan.
    • PHK berlanjut.
    • Harga bahan pokok naik.
    • Investor wait and see.
  3. Kritik Sipil dan Mahasiswa Mulai Meningkat
    Tapi belum sampai ke titik demo besar-besaran.
  4. PDIP Masih Jaga Jarak.
    Belum dukung, tapi juga tidak frontal menyerang.
  5. TNI-Polri Berebut Jabatan Sipil.
    ASN gelisah, tapi belum terjadi konflik terbuka.

Efek: Pemerintahan jalan, tapi legitimacy rendah. Kepercayaan publik stagnan di bawah 50%.

Skenario Buruk/Worst Case:

  1. Kabinet Dipenuhi Elite Status Quo.
    Tidak ada perubahan berarti, justru orang-orang yang selama ini dikritik tetap berkuasa.
  2. Ekonomi Krisis:
    • Rupiah tembus Rp17.000.
    • Harga BBM naik.
    • PHK massal meningkat.
    • Inflasi 2 digit.
    • Kredit macet di UMKM naik tajam.
  3. Mahasiswa & Rakyat Bergerak.
    Aksi besar-besaran. PS dicap “lanjutan Jkw” dan kehilangan dukungan akar rumput.
  4. PDIP Jadi Oposisi Aktif.
    Mega  tegas menolak, koalisi pemerintahan goyah.
  5. Elite Politik & Militer Tarik Menarik Kepentingan.
    Stabilitas dalam negeri terguncang. Tekanan untuk reshuffle atau bahkan mundur mulai terdengar.

Efek: Legitimasi hilang. Terjadi krisis politik dan ekonomi dalam waktu singkat.

Peta Politik  (1 tahun ke depan)

Aktor Posisi Saat Ini Potensi Arah.
PS Presiden Terpilih .Akan diuji publik. Jika hanya perpanjangan Jkw, dukungan bisa cepat hilang.
Jkw & Keluarga Masih dominan di kekuasaan .Bisa jadi bayangan kekuasaan, tapi bisa juga jadi beban politik jika gagal.
PDIP & Megawati ‘Oposisi’ Diam .Bisa jadi oposisi aktif jika melihat kegagalan pemerintahan PS.
SP/NasDem Tidak masuk kabinet/mitra .Posisinya ideal berada diluar, kritis, mendukung/ non oposisi , bisa rebut simpati publik.
TNI/Polri Kuat di jabatan sipil .Jika terlalu dominan, bisa picu konflik sipil-militer.
Mahasiswa & Intelektual Kritikal .Bisa jadi kekuatan penekan. Jika terorganisir, jadi oposisi kuat dari luar parlemen.
Elite Oligarki (LBP, ET, AH, ZH,BL,BA,DAT dll) Masih bercokol .Bisa mempercepat kegagalan jika tak dikontrol.
Publik & Masyarakat Sipil Terpolarisasi .Jika kecewa dan marah, bisa membentuk gelombang penolakan besar.

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.