Partai Politik Berbenah, Demokrasi makin Bermutu

0 14

Penulis: Lalu Sudarmadi

Anggota Dewan Pakar Partai NasDem

 

Partai politik adalah tulang punggung demokrasi. Dari lembaga inilah lahir calon pemimpin bangsa, disusun kebijakan publik, dan disalurkan aspirasi rakyat. Namun, kenyataan politik kita saat ini menyajikan paradoks yang mencemaskan. Partai-partai justru menjadi bagian dari masalah demokrasi, bukan solusi, banyak diamnya saat ini, silent is  golden ditempat dan waktu yang salah.

Partai politik terjebak dalam praktik pragmatisme kekuasaan. Jabatan dan kursi tidak lagi dipahami sebagai amanah publik, melainkan sebagai alat transaksi dan distribusi kepentingan. Legislator berubah fungsi menjadi layaknya seperti ‘broker’ proyek, sementara beberapa kepala daerah dan menteri dari kalangan kader beberapa partai tersandung berbagai kasus korupsi. Karena rekrutmen yang salah atau korban system yang rusak.

Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat bahwa sejak 2004 hingga Agustus 2022, sebanyak 22 gubernur dan 154 bupati/wali kota terjerat kasus korupsi. Tak hanya itu, lebih dari 20 menteri dari kalangan partai politik juga terlibat kasus hukum. Angka-angka ini mungkin sudah berubah,  merupakan cermin dari kegagalan partai dalam melakukan kaderisasi berbasis integritas dan kompetensi, serta system yang dibiarkan berkembang menjadi sistem demokrasi transaksional.

Kondisi ini diperparah oleh sistem pembiayaan partai yang tidak sehat. Mahalnya ongkos politik mendorong praktik ‘ijon’ politik sejak tahap pencalonan. Kandidat yang “berani setor-wani piro” lebih diutamakan daripada mereka yang punya kapasitas dan rekam jejak baik. Akibatnya, fungsi representasi tergantikan oleh logika investasi dan imbal hasil.

Jika dibiarkan, kondisi ini akan mempercepat kemunduran  bahkan kerusakan demokrasi. Rakyat kian apatis, kepercayaan publik terus menurun, dan jalan perubahan justru dicari di luar sistem. Memang membenahi partai politik bukan hal mudah, namun juga bukan hal mustahil. Ada beberapa langkah konkret yang perlu segera ditempuh:

Pertama, reformasi internal harus menjadi agenda utama. Partai harus mengubah pola kaderisasi dan rekrutmen politik secara terbuka dan meritokratis, serta melepaskan ketergantungan pada pola patronase.

Kedua, hilangkan  memakai prinsip ‘if you don’t access to money, you are nothing’. Pakailah ukuran otak bukan kantong. Serta penerapan prinsip ‘no second chance’ harus diterapkan, karena bila  yang salah ditolerir dan dimaafkan- execused maka akan  berulang.

Ketiga, mendorong pimpinan politik untuk mau dan mulai melakukan perubahan untuk membangun marwah parpol dan demokrasi yang substansial.

Keempat, pembentukan badan usaha milik partai bisa menjadi solusi untuk membangun kemandirian keuangan. Pengelolaan harus profesional dan terpisah dari struktur partai maupun pejabat publik aktif.

Kelima, negara harus memperkuat skema pendanaan publik untuk partai politik. Namun, skema ini harus diikuti dengan sistem akuntabilitas dan transparansi yang ketat. Laporan keuangan partai perlu dibuka kepada publik secara berkala.

Keenam, setiap calon kepala daerah, anggota legislatif, hingga menteri dari kalangan partai, harus melalui pelatihan etik dan tata kelola yang terstandar. Pendidikan politik tidak boleh berhenti di masa kampanye, tetapi harus berkelanjutan dan berbasis nilai.

Ketujuh, partai juga harus membuka ruang partisipasi publik dalam seleksi calon. Konvensi terbuka atau penjaringan berbasis komunitas bisa menjadi jalan untuk menumbuhkan kembali keterlibatan warga dalam proses politik.

Terakhir, sanksi terhadap kader partai yang melanggar etik dan hukum harus ditegakkan sejak dini. Jangan menunggu proses hukum berjalan—tegakkan moralitas partai sebelum hukum memaksa.

Demokrasi adalah proses yang tak pernah selesai. Tapi untuk menjaganya, kita membutuhkan partai politik yang bersih, terbuka, dan berpihak pada kepentingan rakyat. Jika partai tetap abai, maka jangan salahkan rakyat jika ke depan mereka memalingkan muka, mencari harapan pada ruang-ruang politik alternatif. Impian untuk mempunyai parpol idaman terus menjadi harapan kedepan, saatnya para pimpinan dan elites politik untuk menjawabnya.

 

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.