Menurunkan ICOR Demi Indonesia Lebih Makmur

0 25

RATLAN PARDEDE

ICOR (Incremental Capital Output Ratio) merupakan kunci penentu keberhasilan dalam meraih investasi. Sayangnya, ICOR Indonesia masih cukup tinggi, bahkan jauh di atas rata-rata negara ASEAN. Itu artinya perekonomian Indonesia masih belum efisien, sesuatu yang dihindari oleh para investor lokal maupun asing. Pemerintahan baru memiliki tanggung jawab sejarah untuk menurunkan nilai ICOR tersebut, sebagaimana mereka janjikan saat kampanye menjadi 4. Ini membutuhkan kerja sungguh-sungguh dan kolaborasi yang sinergis antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Pengembangan investasi daerah menjadi salah satu terobosan yang bisa membantu mengakselerasi penurunan ICOR Indonesia saat ini untuk mencapai Indonesia lebih makmur.

ICOR Indonesia Masih Tinggi

Salah satu instrumen penting yang digunakan untuk mengetahui seberapa baik investasi di suatu negara adalah ICOR (Incremental Capital Output Ratio), yaitu alat yang sering digunakan untuk menjelaskan hubungan antara tingkat investasi yang dilakukan dalam perekonomian dan peningkatan selanjutnya dalam PDB. ICOR menunjukkan unit tambahan modal atau investasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan unit output tambahan. Semakin rendah nilai ICOR menunjukkan produksi di negara tersebut semakin efisien begitu sebaliknya. ICOR yang rendah dapat diartikan bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara tersebut tidak memerlukan investasi yang lebih banyak. Para investor sangat menyukai negara yang memiliki ICOR rendah, mereka tidak mau buang-buang uang karena ketidakefisienan di negara tersebut.

Sayangnya Indonesia masih memiliki ICOR yang tinggi. Data ICOR yang diungkap Menko Perekonomian Airlangga Hartarto pada bulan Maret 2024 berada di angka 6,2. Padahal rata-rata ICOR beberapa negara di ASEAN (Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam) pada kurun waktu yang sama sebesar 3,7. Bahkan pada tahun 2021 ICOR Indonesia sempat melonjak hingga 8 sebelum turun lagi 6,2 pada tahun 2022. Bila ditarik ke tingkat dunia, peringkat ICOR Indonesia sangat memprihatinkan. Jika tahun 2019 peringkatnya di 34 maka pada tahun 2023 justru merosot
sampai peringkat 119. Karenanya, menjadi tanggung jawab bersama untuk menemukan solusi terbaik menekan ICOR ke angka ideal bagi perekonomian Indonesia.

Pasangan Prabowo-Gibran dalam kampanye Pemilu yang baru lalu menaruh perhatian terhadap usaha-usaha menurunkan ICOR Indonesia hingga nilai 4. Sesuatu yang dianggap ambisius oleh para ahli ekonomi. Saat ini mereka telah memenangi Pemilu 2024 dan menjadi pasangan Presiden dan Wakil Presiden RI untuk periode 2024-2029. Tentunya, salah satu agenda penting dalam bidang perekonomian dari pemerintahan baru ini adalah memenuhi janjinya untuk menekan ICOR Indonesia dari 6,2 menjadi 4, syukur bisa di bawah angka rata-rata ASEAN.

Siasat Menurunkan ICOR

Banyak faktor yang membuat nilai ICOR Indonesia tinggi mulai dari sarana infrastruktur yang kurang memadai, ‘ruwetnya’ birokrasi, ongkos produksi, hingga tingginya biaya logistik. Apa yang dilakukan oleh pemerintah dengan membangun sarana infrastruktur seperti jalan tol, pelabuhan dan bandar udara, hingga fasilitas lainnya dimaksudkan untuk menciptakan efisiensi dalam perekonomian. Namun itu saja tidak cukup, harus ada langkah-langkah strategis dan efektif untuk menciptakan efisiensi dimaksud.

Hal yang harus dipahami, dalam menekan ICOR diperlukan kolaborasi yang sinergis antara pemerintah dan swasta serta masyarakat pada umumnya. Kolaborasi dimaksud menyangkut kesepakatan bersama untuk membangun efisiensi dalam menjalankan bisnis. Selain itu ada pula faktor-faktor yang diluar kendali pemerintah seperti situasi global dan kebijakan fiskal internasional.

Korupsi dan Kemudahan Berbisnis

Korupsi (termasuk pungutan liar) merupakan salah satu faktor utama terjadinya ketidak efisienan dalam perekonomian. Indonesia termasuk negara yang korup di dunia. Pada tahun 2023, Skor Indeks persepsi korupsi Indonesia sebesar 34 dengan peringkat yang merosot dari 110 menjadi 115. Kesungguhan pemerintahan baru dalam memberantas korupsi melalui penegakan hukum tanpa pandang bulu sangat ditunggu. Termasuk penghapusan praktik pungli yang sangat mengganggu para pengusaha.

Kemudahan berbisnis (ease of doing business) juga menjadi faktor penentu bagi usaha kita menekan ICOR. Sayangnya indeks kemudahan berbisnis yang dikeluarkan oleh Bank Dunia pada 2020 Indonesia memiliki skor indeks kemudahan berbisnis (ease of doing business) sebesar 69,6 dari 100 poin. Skor itu menempatkan Indonesia di peringkat ke-6 terbaik Asia Tenggara. Sedangkan di skala global, Indonesia masuk urutan ke-73 dari 190 negara.

Bank Dunia mengukur kemudahan berusaha berdasarkan 10 indikator dengan bobot yang sama, yakni starting a business, dealing with construction permit, registering property, paying taxes, getting credit, enforcing contract, getting electricity, trading across border, resolving insolvency, dan protecting minority investors.

Salah satu yang menjadi ukuran dalam indeks kemudahan berusaha ialah pengurusan perizinan (Starting Business). Ini juga masih menjadi persoalan, baik terkait jangka waktu proses perizinan maupun praktik-praktik pungli atau sogok yang masih mewarnai pengurusannya. Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagai terobosan hukum dalam memudahkan berusaha di Indonesia masih mengalami kendala dalam berbagai hal. Utamanya berkenaan dengan proses perizinan ini, yang semangatnya memangkas begitu banyak mata rantai namun tidak berubah banyak dalam praktik-praktik “pelicin” yang menyertainya.

Tingkat upah yang rendah menyebabkan produktivitas kerja rendah sehingga merupakan faktor penyebab tingginya ICOR Indonesia. Saat ini Indonesia berada di urutan kelima di dunia untuk negara dengan upah minimum terendah, yaitu Rp2.036.947 per bulan. Sementara itu, Indonesia berada di urutan 89 dalam daftar negara dengan gaji tertinggi, dengan rata-rata gaji per bulan hanya US$ 344,85 atau sekitar Rp5,36 juta per bulan. Apa yang dilakukan oleh pemerintah dengan UU Cipta Kerja merupakan langkah yang maju dalam memperbaiki tingkat upah minimum pekerja Indonesia.

Menimbang Investasi Daerah

Investasi daerah dapat menjadi salah satu faktor yang dimanfaatkan guna menekan tingginya ICOR Indonesia. Kebijakan yang telah diterbitkan oleh pemerintah terkait investasi daerah diawali dengan terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang mengamanatkan pemerintah untuk melakukan investasi dengan tujuan memperoleh manfaat  ekonomi, manfaat sosial, dan/atau manfaat lainnya. Selanjutnya UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 9 Tahun 2015, pemerintah daerah diberi kewenangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya sesuai dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam peraturan ini juga diatur bahwa kepala daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dapat menerbitkan investasi yang menghasilkan penerimaan daerah setelah memperoleh pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri dan persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan.

Persoalannya kemudian, tinggal bagaimana pemerintah daerah menciptakan efisiensi perekonomian di daerahnya agar keleluasaan yang diberikan oleh pusat bisa berdampak bagi peningkatan investasi ke daerahnya masing-masing. Dengan kata lain, mendorong pemerintah daerah melakukan penawaran investasi berarti mendorong mereka membangun infrastruktur secara  ungguhsungguh, menyederhanakan birokrasi, khususnya dalam mengurusi perizinan usaha, memberantas praktik-praktik korupsi, pelicin, dan pungli, hingga memperbaiki upah pekerja. Jika hal ini dilakukan secara serempak, dampaknya akan berpengaruh kepada efisiensi perekonomian nasional, yang berarti pula menekan ICOR Indonesia sehingga Indonesia lebih makmur sebagaimana diharapkan oleh pemerintahan Prabowo-Gibran saat mereka kampanye yang baru lalu.

Leave A Reply

Your email address will not be published.