Bermain dan Pembentukan Karakter

0 39

Penulis: Dra Diennaryati Tjokrosuprihatono M.Psi, Psikolog
Wakil Ketua 1 Dewan Pakar

 

Salah satu program kerja Presiden Prabowo Subianto yang tertuang dalam Astha Cita menekankan pada pentingnya Pendidikan dan Kesehatan untuk mencapai Indonesia Emas 2045 dengan Generasi Emas. Yang dimaksud dengan Generasi Emas adalah generasi muda
Indonesia yang berkualitas, cerdas, kreatif, mandiri, berkarakter dan bermoral, kemampuan membuat jejaring kerja melalui komunikasi strategis, tangguh, kemampuan untuk bangkit, berdaya saing tinggi serta Cinta dan Bangga pada Indonesia.

Menjadi Generasi Emas membutuhkan kompetensi yang tidak hanya terbatas pada kepandaian dan kreativitas semata, tapi perlu ditunjang oleh kompetensi karakter yang mumpuni. Seorang manusia yang hanya pandai saja tanpa karakter yang baik akan menjadi manusia pandai yang mungkin egois, mementingkan diri sendiri, mudah tergiur untuk melakukan kegiatan yang hanya menguntungkan diri sendiri, namun merugikan orang lain.

Jika hasil kenyataan tidak sesuai dengan harapan, mereka mudah sekali putus asa, kehilangan semangat, sulit untuk bangkit dan mudah terkena depresi. Merekapun akan sulit beradaptasi dan diterima oleh masyarakat. Oleh karena itu generasi emas 2045 adalah generasi yang cerdas, berkarakter baik, mumpuni dan bisa diandalkan untuk membangun Indonesia.

Peneltian Daniel Coleman, Emotional Intelligence yang dikenal dengan sebutan EQ memiliki sumbangan yang besar dalam kehidupan seorang manusia apapun kegiatan dan profesinya. Dalam keberhasilan kerja, IQ hanya menyumbang 4%, dan dalam dunia pwndidikan, IQ hanya menyumbang 10% dari prestasi sekolah anak. Empati dan pengenalan diri baik orang lain maupun diri sendiri menjadi sangat penting dan ini merupakan salah satu wujud karakter yang baik yang menyumbang pada keberhasilan baik dalam dunia Pendidikan maupun dunia kerja.

Ternyata cerdas dan berpengetahuan saja tidaklah cukup untuk anak berhasil dalam hidupnya. Perlu sekali diikuti dengan karakter dan kebiasaan yang baik. Mencapai Indonesia Emas 2045 perlu upaya yang serius dalam membangun Indonesiadengan segala sumber daya, baik sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada.

Diharapkan pada tahun 2045, golongan ekonomi menengah mencapai 50% dari jumlah penduduk Indonesia. Di samping itu persaingan didunia kerja diprediksi akan semakin besar, dengan kemajuan teknologi yang berkembang pesat termasuk perkembangan Artificial
Intelligence (AI), dimana saat ini Indonesia masih tertinggal. Generasi muda tahun 2045 diharapkan menjadi generasi yang mampu menjadi pelaku penting dalam memimpin semua sektor kehidupan di Indonesia, seperti sektor pemerintahan, industri, pendidikan, politik,
angkatan kerja mumpuni dalam bidangnya masing-masing.

Di tangan mereka diharapkan angka kemiskinan turun dan mencapai kemakmuran, penurunan anak penderita stunting, masyarakat semakin sehat, serta mampu menjaga keutuhan bangsa dari segala gangguan upaya pemecah belahan, dan tercipta generasi penerus yang menjadi angkatan kerja yang mumpuni dan mampu memimpin bangsa.

 

Penduduk produktif

Data BPS menunjukkan adanya peningkatan kelahiran bayi yang akan menjadi penduduk produktif tahun 2045, mencapai 70% (15-64 tahun) dari total penduduk Indonesia. Tahun 2019 skor IQ orang Indonesia menduduki peringkat ke 36 Asia dan 130 dunia dengan rerata
IQ 78.49 (Richard Lynn and David Becker). Kondisi ekonomi orang tua yang cukup memprihatinkan di mana data menunjukkan jumlah masyarakat Indonesia kelas menengah yang baru mencapai 21% tahun 2024, saat ini turun menjadi 17%, masih jauh dari capaian
50%.

Berarti kita, baik orang tua, sekolah, pemerintah harus serius dan bekerja keras dalam menyiapkan generasi penerus untuk siap berperan nyata membangun Indonesia menjadi negara yang Sejahtera dan memiliki daya saing di dunia. Kemajuan tehnologi yang terus berkembang pesat. Anak-anak sejak kecil sudah diperkenalkan dan diperkenankan bersibuk diri dengan perangkat digitalnya atau gadget.

Menggunakan gadget menjadi medium pilihan anak-anak untuk mengembangkan pengetahuannya dan bermain mengisi waktu luangmya. Anak-anak kurang tertarik menggunakan medium lainnya seperti membaca buku, bermain bersama teman. Laporan Firma Riset Data tahun 2023 mencatat bahwa masyarakat Indonesia menempati posisi pertama di dunia sebagai pengguna perangkat gadget seperti mobile HP atau tablet dengan durasi harian yang cukup besar mencapai 5.7 jam setiap hari.

Tidak dimungkiri lagi kalau anak-anak harus mengikuti perkembangan tehnologi termasuk dalam upaya mengedukasi diri. Beragam konten edukasi tersedia secara digital. Sayangnya saat ini, program yang tersedia hanya mengisi ruang kognitif anak sebatas pengetahuan dan
cara berfikir saja, namun kurang bisa diharapkan untuk mengembangkan sisi kematangan emosi dan sosial yang penting dalam pembentukan karakter dan kebiasaan baik lainnya.

Lebih parah lagi konten-konten yang tersedia banyak juga yang tidak mendidik dan merusak perilaku menjadi pilihan dan digemari karena dianggap menarik dan tidak sulit untuk dicerna seperti konten yang berisi kekerasan yang merugikan seperti bullying, kekerasan seksual, judi online, narkoba, minuman keras dan lainnya. Bukan hanya anak saja, tapi orang dewasapun ketagihan dan kecanduan menikmati konten seperti itu.

Seringnya anak terpapar konten konten yang kurang baik, anak akan mudah meniru dan menyerap perilaku tidak baik tersebut, misalnya perilaku agresivitas menjadi sah saja jika kemauannya tidak diperoleh. Salah satu kenyataan yang terlihat adalah di Riau misalnya anak TK yang sangat muda sudah terpapar kekerasan seksual, merekapun mampu melakukan kejahatan seksual atau perundungan pada temannya. Siapa yang menjadi korban? Apakah anak yang menjadi korban sajakah? Ternyata tidak demikian. Pelaku perundungan atau kejahatan seksual juga merupakan korban, termasuk anak-anak yang mengetahui atau menonton terjadinya perundungan dan kejahatan seksual namun tidak berani mencegah atau membela.

Kepekaan anak untuk kebaikan sudah kurang terasah. Mereka kurang memiliki empati, rasa sayang, menjaga sesama teman, kerjasama, toleransi, komunikasi. Kecanduan bermain dengan gadgetnya mempengaruhi kurangnya waktu anak untuk bermain bersama teman sebaya, menjalankan tanggung jawabnya seperti belajar, makan, berkegiatan lain yang bervariasi, bermanfaat dan konstruktif seperti oleh raga, seni, berorganisasi misalnya akan memengaruhi kemampuan anak mengasah kecerdasan emosi dan sosialnya.

Ditambah lagi kurang perhatian orang tua terhadap keasikan dan waktu penggunaan gadget pada anaknya yang mungkin disebabkan orang tua merasa nyaman jika anak tidak mengganggu mereka. Tanpa pendampingan yang tepat oleh orang tua atau guru, contoh perilaku buruk yang dipaparkan dalam media sosial dalam kurun waktu yang lama akan dikunyah dan ditelan begitu saja tanpa saringan, sehingga berpengaruh dalam pembentukan perilakunya kelak.

Mungkin orang tua kurang menyadari bahwa bersibuk diri dengan gadget untuk waktu yang lama akan memengaruhi kesehatan anak dan pembentukan sikap-sikap yang merugikan anak secara tidak langsung. Tanpa pengalaman nyata, anak mungkin tumbuh menjadi anak yang kurang memiliki kepekaan sosial seperti menunjukkan tatakrama atau canggung jika harus berhadapan langsung dengan orang lain, tidak tahu bagaimana bersikap dan bereaksi dengan tepat.

 

Gadget semata

Pendidikan karakter dan kebiasaan yang baik tidak bisa mengandalkan gadget semata, teks book atau melalui media sosial, melainkan perlu dialami, dicontohkan dirasakan dan dibiasakan. Pengembangan emosi dan sosial terbentuk melalui interaksi dengan orang lain dan anak bisa mengerti dan merasakan, mampu memaknai dan memahami sehingga anak mampu menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya.

Pengalaman berinteraksi dengan teman sebaya dan orang lain, melihat contoh perilaku yang baik serta kesempatan untuk menampilkan perilakunya saat berhubungan dengan orang lain untuk kurun waktu yang lama dan berkesinambungan akan membentuk perilaku positif anak. Lingkungan keluarga, sekolah memiliki kontribusi yang penting dalam pembentukan perilaku anak kelak.

Masa peka belajar anak dimulai sejak anak dalam kandungan sampai 5 tahun. 50% dari kemampuan dan kebiasaan manusia ditanamkan pada kurun usia tersebut karena daya serap anak ibaratnya seperti spons yang jika dimasukkan dalam air, cepat sekali menyerap dan biasanya bertahan lama terutama jika diikuti dengan penguatan sikap yang berlansung pada kurun usia selanjutnya. (Havighurst, 2008. Contoh langsung dari perilaku orang tua, keluarga dan guru yang biasanya menjadi panutan anak sangatlah penting.

Unsur lain yang berpengaruh dalam pembentukan karakter anak adalah budaya lokal, kebiasaan masyarakat dan kebijakan pemerintah. Bisa dibayangkan jika dalam usia dini dimana daya serap anak sedang kuat-kuatnya dan mereka terpapar oleh kekerasan dan sikap tidak toleran baik dalam lingkungan rumah, gadget, sekolah, tempat tinggal. Apa yang akan terjadi pada perkembangan karakter mereka? Dari penelitian ECED 2013 di Indonesia, anak yang banyak terpapar pada kekerasan, 25% tidak melanjutkan sekolah, 40% menikah muda, 50% masuk rehabilitasi anak bermasalah, 60% tidak meneruskan Pendidikan kejenjang yang lebih tinggi dan 70% masuk tahanan karena perbuatan kriminal.

Apakah mereka kelak bisa diharapkan berperan membangun Bangsa? Kegiatan pendidikan yang mengembangkan potensi anak dan membiasakan kebiasaan yang baik adalah melalui kegiatan Bermain. Mengapa Bermain? Bermain merupakan kegiatan yang sesuai dengan dunia anak, aktivitas yang sangat menyenangkan dan bermanfaat terutama dalam perkembangan perilaku anak.

Bermain akan bermanfaat asalkan permainannya sesuai dengan usia anak, dalam cuaca dan waktu dengan pas, kapan bermain, kapan istirahat, makan, menunaikan ibadah keagamaan dan kegiatan lainnya yang bermanfaat. Banyak orang yang menganggap bahwa kegiatan bermain merupakan kegiatan tidak berguna dan hanya membuang waktu saja, sehingga lebih baik anak dari kecil belajar serius terkait skolastik. Benarkah demikian?

Melalui bermain anak berpeluang untuk memiliki pengalaman langsung. Anak akan belajar banyak hal yang dibutuhkan dalam hidup sekaligus merangsang perkembangan kognitif, pembentukan kecerdasan emosi maupun kecerdasan sosial, dan tentunya motorik dari
motorik kasar sampai dengan motorik halus dalam situasi yang menyenangkan. Bermain dapat diperkenalkan sejak usia bayi. Penguatan dilakukan pada usia sekolah dasar.

Pada usia sekolah dasar kemampuan kognitif anak untuk bisa mencerna hal yang kongkrit dan sedikit abstrak pada umumnya bisa ditangkap dengan baik pada usia 6 tahun keatas dan pada usia 11 tahun anak sudah memiliki perangkat kemampuan berfikir abstrak seperti halnya orang dewasa. Pada usia bayi anak akan baru mampu menyerap semua informasi di sekelilingnya, namun belum mampu bereaksi dengan baik karena organ motorik dan kemampuan berpikirnya belum matang (Piaget dalam Havighurst 2008).

Oleh karena itu akan sulit memaksa anak pada umumnya untuk belajar calistung serius di tingkat taman kanak-kanak apalagi PAUD ditambah beban pekerjaan rumah. Biarkan anak memiliki banyak kesempatan untuk bermain terutama bersama teman-temannya. Bermain adalah cara yang pas dan menyenangkan untuk merangsang anak memiliki kemampuan yang ingin ditanamkan oleh orang tua atau guru.

Jenis permainan juga bisa beragam tergantung pada usia anak sampai dengan usia dewasa. Permainan yang sesuai dengan tahapan usia, misalnya bermain jual-jualan bersama kawannya merupakan dasar untuk merangsang anak mengenal uang, penjumlahan, pengurangan, perkalian, interaksi sosial, kehidupan sosial, kebersihan melalui buang sampah pada tempatnya karena ada peduli pada anak lain, termasuk pengendalian emosi, penyesuaian diri tergantung pada aspek apa yang ingin dikembangkan pada anak.

Bermain juga mengajarkan anak untuk menunggu giliran, konsentrasi, menjaga dan mengerti arti kebersihan, tanggung jawab juga berusaha berbuat sebaik mungkin untuk dirinya dan teman temannya. Ketika dewasa dikenalkan pengertian tentang pentingnya penerapan nilai2 yang dialami dalam bermain untuk berkehidupan. Misalnya masih kecil, anak dibiasakan berbagi, menolong, bermain dengan semua anak tanpa ada perbedaan sara, merayakan hari keagamaan agama lain, menjalankan ibadah sederhana dari agamanya, berdiskusi atau dibiasakan anak berpendapat.

Ketika sudah lebih besar misalnya saat usia SMP keatas bisa dinarasikan lebih dalam kalau kebiasaan baik itu terdapat dalam nilai-nilai dari Pancasila. Kemudian diperkuat dengan menciptakan aneka kegiatan yang menarik sesuai dengan usia mereka, misalnya siswa diminta untuk kelapangan dan merekam kegiatan yang dinilai bersifat pancasilais, kemudian mempresentasikan sambil menunjukkan nilai Pancasila yang mana yang bekerja dalam kegiatan yang mereka observasi. Belajar melalui pemahaman langsung akan lebih mengena dan menarik.

Pembahasan bersama anak tentang apa yang dilakukan, dirasakan dari pengalamannya serta dampak dan manfaat apa yang dipetiknya menjadi penting dalam proses pembelajaran anak. Bermain memberikan kesempatan anak untuk berani mencoba kemampuan dan pengalaman baru. Anak bisa lebih kreatif dan inovatif karena dalam bermain anak memiliki ruang untuk menghayal, yang merupakan kegiatan yang menyenangkan.

Melalui kebebasan berhayal besar kemungkinan anak menemukan cara-cara baru dalam bermain, yang pada gilirannya dapat membentuk kemampuan pemecahan masalah. Kemampuan memecahkan masalah pun dapat dibiasakan pada anak sejak usia dini dengan cara anak terlibat langsung, misalnya menggunakan sapu yang biasanya dipakai untuk menyapu lantai, dapat digunakan untuk tujuan yang lain, mengambil barang yang tinggi atau bola yang menggelinding ke bawah lemari yang sempit.

Di samping itu anak dapat memiliki pengalaman mengenal alam sekaligus belajar menghargai dan merawat tanaman, memanen bersama dan memasak untuk dinikmati bersama teman dengan bimbingan guru. Melalui kegiatan bermain, anak akan berkomunikasi dengan anak atau orang lain sehingga secara tidak langsung mereka belajar menyusun kalimat dengan benar dan bisa dimengerti dalam mengekspresikan maksud dan keinginannya dalam penyampaiannya pada orang lain.

Tentunya sekaligus merangsang kepercayaan diri anak. Reaksi dari anak atau orang lain terhadap apa yang diucapkan juga merupakan umpan balik yang positif konstruktif dan penting dalam proses pembelajaran pengenalan diri. Anak juga terlatih untuk bersabar menunggu giliran berbicara. Minat dan keterampilan baru bisa mereka peroleh melalui aneka permainan. Pengalaman keberhasilan memainkan permainan bisa membangun kepercayaan diri anak dan mereka juga secara tidak langsung akan membiasakan bagaimana mengendalikan emosi karena pasti ada konsekwensi dari perilaku yang tidak menyenangkan.

Anak memiliki kesempatan untuk mengembangkan keterampilan sosial, empati dan bergaul. Sikap sportif, toleransi, menghargai orang lain, menghargai perbedaan ditambah narasi tentang Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, agama dan budaya dapat membangun kebanggaan serta kecintaan pada Indonesia. Kondisi yang penting yang menjadi pengalaman berharga bagi anak adalah pengalaman gagal atau tidak berhasil, misalnya dalam berlomba, pasti ada yang kalah dan ada yang menang.

Kekalahan sebenarnya adalah situasi yang sangat baik bagi anak untuk belajar menjadi tangguh dan memiliki daya tahan. Caranya
adalah membantu anak menemukan apa yang menjadi kelemahan yang perlu dikembangkan tidak putus asa dan berusaha lebih kuat lagi. Anakpun akan bisa mengenali dirinya sendiri, apa yang disukai dan apa yang tidak disukai serta berusaha untuk mengembangkan diri.
Keluarga merupakan tempat pertama yang aman dan nyaman bagi anak untuk bermain, yang dilakukan bersama orang tuanya dan saudara-saudaranya.

Masyarakat dan pemerintahpun dapat aktif berpartisipasi menyediakan tempat untuk bermain anak dan keluarga yang bersifat
edutainment, baik didalam taman kota atau ruang khusus yang disediakan seperti RPTRA atau ruang publik terpadu ramah anak seperti di Jakarta. RPTRA merupakan ruang terbuka hijau ramah anak yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang mendukung perkembangan
anak, kenyamanan orangtua, serta tempat berinteraksi seluruh warga dari berbagai kalangan termasuk mereka penyandang disabilitas dan Wulan (warga lanjut usia) di mana anak bisa bermain sambil belajar.

Kegiatan yang dilakukan secara menyenangkan dan kebaikan yang diperolehnya akan tertanam dengan baik pada diri anak terutama terkait pembentukan karakter yang baik terlebih pada usia dini. Semoga dengan Pendidikan yang baik, tidak hanya membentuk anak-anak menjadi generasi pandai saja tapi juga cerdas berkarakter yang menjadi asset bangsa yang mumpuni mencapai Generasi Emas 2045

Leave A Reply

Your email address will not be published.