Satu Desa Satu Exportir
Ir. ARLINDA, MA
Setiap rezim pemerintahan mencari cara dan strategi bagaimana memajukan perdagangan luar negeri dengan meningkatkan ekspor. Karena hal ini berkorelasi kuat dengan pertumbuhan ekonomi, terciptanya lapangan kerja, hingga menggerakkan investasi. Indonesia sangat kaya dengan sumber daya alam maupun kreativitas manusianya yang banyak tersebar di 83.971 desa. Sayangnya dalam perumusan kebijakan perdagangan luar negeri hal ini seringkali terabaikan.
Dalam konteks itulah, kita menawarkan Satu Desa Satu Exportir atau One Village One Exporter (OVOE) atau dengan istilah One D One E (1D1E), sebuah pendekatan ekspor berbasis pedesaan. Program ini terinspirasi dari program OVOP (One Village One Product) yang sudah berjalan sebelumnya dan mendapat momentum kuat sejak diharuskannya desa mendirikan BUMDES, karenanya memerlukan langkah lanjutan yang lebih konkrit untuk dapat memasarkan produk-produk desa yang dihasilkan, tidak hanya di pasar dalam negeri, namun lebih luas lagi ke pasar
luar negeri (ekspor). Jika 1D1E ini berhasil dijalankan, maka bukan hanya terjadi peningkatan devisa dari ekspor produk pedesaan tapi juga bergairahnya desa sebagai sumber kekuatan ekonomi bangsa.
Ekspor Sebagai Kunci
Perdagangan luar negeri memegang peran kunci dalam pertumbuhan perekonomian kita. Ekspor juga memainkan peran penting dalam menciptakan lapangan kerja, semakin tinggi ekspor semakin banyak lapangan kerja yang tercipta. Ekspor juga menggerakkan investasi dan meningkatkan daya saing ekonomi secara keseluruhan. Meningkatnya ekspor menjadi sumber pendapatan negara yang terus dicarikan strategi dan cara untuk merealisasikannya oleh setiap rezim pemerintahan.
Ada sejumlah alasan mengapa ekspor sangat vital bagi pertumbuhan ekonomi negara ini:
(a) Pendapatan Negara. Ekspor merupakan salah satu sumber utama pendapatan devisa bagi Indonesia. Melalui hasil ekspor, Indonesia dapat memperoleh mata uang asing yang diperlukan untuk membayar impor barang dan jasa serta membiayai proyek pembangunan dan investasi lainnya.
(b) Penciptaan Lapangan Kerja. Sektor ekspor menyediakan lapangan kerja bagi jutaan orang di seluruh Indonesia, terutama di sektor pertanian, industri manufaktur, dan jasa terkait ekspor. Pertumbuhan ekspor akan membuka peluang kerja baru dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
(c) Pendorong Pertumbuhan Ekonomi. Ekspor berkontribusi secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan meningkatnya volume dan nilai ekspor, pertumbuhan ekonomi nasional dapat dipercepat, menciptakan lingkungan yang kondusif untuk investasi dan pembangunan infrastruktur.
(d) Peningkatan Investasi. Ekspor yang meningkat dapat menarik investasi asing langsung (FDI) ke Indonesia. Pelaku usaha akan tertarik untuk berinvestasi di negara yang memiliki potensi pasar ekspor yang besar dan stabilitas ekonomi yang kuat.
(e) Peningkatan Daya Saing. Melalui ekspor, Indonesia dapat memperkuat posisinya di pasar global. Penetrasi pasar internasional akan mendorong peningkatan daya saing produk-produk Indonesia, memperluas pangsa pasar, dan mengurangi ketergantungan pada pasar domestik.
Strategi Peningkatan Ekspor
Pemerintah Indonesia sudah mengidentifikasi berbagai potensi ekspor sebagai prioritas pengembangan ekonomi. Demikian pula, berbagai program sudah dilancarkan untuk mengubah potensi ekspor menjadi devisa. Dan semua itu memerlukan perencanaan strategis yang masak, koordinasi yang efektif antar stakeholder, harmonisasi berbagai kepentingan, dan implementasi yang dikelola dengan baik.
“Terobosan yang dilakukan oleh Pemerintah dengan OVOP ini perlu didorong untuk melakukan quantum leap agar optimal mendukung
pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam konteks inilah, OVOP perlu ditindaklanjuti dengan program Satu Desa Satu Exportir (1D1E)” ARLINDA
Sebagai ilustrasi, dengan menggunakan data perdagangan luar negeri tahun 2023, diketahui bahwa neraca perdagangan Indonesia pada periode Januari- Desember 2023 surplus sebesar USD 36,93 miliar. Komponen surplus berasal dari surplus sektor non migas sebesar USD 56,84 miliar serta defisit sektor migas sebesar USD 19,91 miliar. Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia
periode Januari-Desember 2023 mencapai USD 258,82 miliar, sementara ekspor nonmigas mencapai USD 242,90 miliar. Jika dicermati berdasarkan sektornya, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan periode Januari – Desember 2023 turun 9,26 persen dibanding periode yang sama tahun 2022, demikian juga ekspor hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan turun sebesar
10,04 persen, sedangkan ekspor hasil pertambangan dan lainnya turun 20,68 persen. Bagaimana pun, sektor industri masih berkontribusi cukup dominan bagi pendapatan ekspor kita (72,25%), disusul oleh barang tambang (19,90%).
Dari situasi perdagangan luar negeri di atas, dapat dilihat bahwa Indonesia memiliki beberapa sektor unggulan dalam ekspor yang telah menjadi tulang punggung ekonomi negara ini. Berikut adalah beberapa sektor unggulan Indonesia dan tantangan yang dihadapi:
(a) Sektor Pertanian. Produk pertanian seperti kopi, kelapa sawit, karet, cokelat, dan produk-produk lainnya menjadi sektor unggulan dalam ekspor Indonesia. Tantangan yang dihadapi termasuk fluktuasi harga komoditas global, masalah lingkungan terkait dengan pertanian berkelanjutan, serta persaingan dengan negara-negara lain yang juga menghasilkan produk pertanian serupa.
(b) Industri Pertambangan dan Mineral. Indonesia memiliki cadangan yang besar dalam sektor ini, termasuk batubara, timah, nikel, dan lain-lain. Namun, tantangan meliputi fluktuasi harga komoditas global, perubahan kebijakan pemerintah terkait ekspor mineral mentah, serta masalah lingkungan dan sosial terkait dengan pertambangan.
(c) Industri Kelautan dan Perikanan. Indonesia memiliki potensi besar di sektor perikanan, termasuk hasil laut seperti ikan, udang, dan produk perikanan lainnya. Tantangan utamanya termasuk masalah illegal fishing, keberlanjutan sumber daya laut, serta infrastruktur dan pengolahan yang kurang berkembang di sektor ini.
(d) Industri Manufaktur. Sektor manufaktur juga merupakan sektor unggulan dalam ekspor Indonesia, dengan produk seperti tekstil, elektronik, otomotif, dan barang-barang konsumen lainnya. Tantangan termasuk persaingan global yang ketat, ketergantungan pada impor bahan baku, serta perluasan pasar ekspor.
(e) Pariwisata. Meskipun bukan sektor ekspor dalam arti tradisional, pariwisata memiliki potensi besar sebagai sumber pendapatan devisa. Tantangan dalam sektor ini termasuk pemulihan dari dampak pandemi COVID-19, persaingan regional dari negara-negara tetangga, serta masalah infrastruktur dan layanan pariwisata.
(f) Industri Kreatif. Sektor industri kreatif, seperti desain, fashion, film, dan musik, juga semakin menjadi perhatian dalam ekspor Indonesia. Tantangan yang dihadapi termasuk perlindungan kekayaan intelektual, pengembangan bakat, dan keterampilan kreatif, serta akses pasar global. Tantangan-tantangan ini membutuhkan perhatian dari pemerintah, industri, dan pemangku kepentingan lainnya untuk diatasi agar sektor-sektor unggulan Indonesia dapat terus berkembang dan berkontribusi secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi negara.
Dari OVOP lanjut ke 1D1E
Salah satu potensi besar ekspor Indonesia yang sampai saat ini belum mendapatkan perhatian serius ialah potensi sumber daya alam dan sumber daya kreatif pedesaan. Betapa tidak, Indonesia negeri yang subur tentu sudah tak terbantahkan. Tongkat kayu pun bisa diubah menjadi tanaman. Dimana108 mana, aneka tanaman tumbuh dengan mudah. Laut dan pantai tak kalah kaya
raya dengan beragam flora dan fauna yang bernilai ekonomi tinggi. Industri kreatif berbasis kerajinan rakyat maupun seni budaya pun tak kalah menariknya untuk dipasarkan secara global. Semua itu tumbuh dan berkembang di lingkup komunitas yang berdiam di pedesaan.
Data BPS tahun 2020 mengungkap bahwa dari 270 juta penduduk Indonesia yang berdiam di pedesaan mencapai 43%. Namun sayang, rata-rata pendapatan penduduk yang tinggal di desa hanya Rp804.000/bulan. Ini menjadi ironi mengingat potensi sumber daya alam pedesaan begitu luar biasa. Sehingga, perlu dicari terobosan yang bersifat quantum leap, yang mampu memaksimalkan potensi desa bagi kesejahteraan sebesar-besarnya bagi penduduk desa tersebut.
Pemerintah telah menginisiasi program OVOP (one Village one Product) yakni sebuah pendekatan dalam pengembangan potensi suatu wilayah untuk menghasilkan satu produk berkelas dunia dengan memanfaatkan sumber daya lokal. Indonesia mulai menerapkan konsep OVOP pada tahun 2007 melalui Kementerian Perindustrian dalam konteks pemberdayaan Industri Kecil &
Menengah (IKM). Pengembangan IKM di Sentra IKM melalui OVOP bertujuan untuk membangun kesadaran masyarakat mengenai potensi ekonomi dari kekayaan daerah yang dimiliki, mengembangkan motivasi, kreativitas, dan inovasi masyarakat lokal untuk menghasilkan produk bernilai ekonomi tinggi yang bercirikan kearifan lokal, dan meningkatkan kemandirian masyarakat lokal dalam membangun ekonomi daerah sehingga mampu menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan, dan kesejahteraan masyarakat. Sampai saat ini, OVOP berfokus pada 5 produk terpilih yakni makanan & minuman, batik, kain tenun, gerabah, dan anyaman. OVOP berfokus pada pengembangan proses produksi dan pemasaran dalam negeri.
Terobosan yang dilakukan oleh Pemerintah dengan OVOP ini perlu didorong untuk melakukan quantum leap agar optimal mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam konteks inilah, OVOP perlu ditindaklanjuti dengan program Satu Desa Satu Exportir (1D1E). Jika OVOP berfokus pada proses produksi dan pasar dalam negeri, maka 1D1E berfokus ekspansi pasar luar negeri
dengan target perolehan devisa melalui perdagangan produk pedesaan.
Satu Desa Satu Exportir (1D1E) mendapat momentum terbaiknya pada saat ini. Dengan diterbitkannya undang-undang RI Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa yang antara lain mengamanatkan berdirinya Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). Kementerian Desa melaporkan sampai dengan Juli 2024, jumlah Bumdes dan Bumdes Bersama yang telah didirikan di Indonesia mencapai 59,507 unit. Sebagai badan usaha, BUMDES memiliki tujuan meningkatkan perekonomian desa, menyejahterakan masyarakat desa, melestarikan dan mengembangkan budaya lokal, memelopori pembangunan desa yang berorientasi kepada keberlanjutan lingkungan hidup.
Dalam konteks ini, keberadaan Bumdes menjadi agen ekonomi yang menjalankan praktik-praktik entrepreneurship di desanya masing-masing. Ini sangat dibutuhkan dalam menjalankan suatu aktivitas bisnis, utamanya dalam bisnis ekspor. Dengan kata lain, desa yang memiliki suatu produk unggulan memerlukan para entrepreneur yang tidak hanya mampu memasarkan produk
desa tersebut ke pasar dalam negeri tetapi juga ke mancanegara. Bumdes bisa memainkan peran tersebut. Namun harus diakui bahwa kemampuan dan kapasitas BUMDES dalam menjalankan bisnis, utamanya bisnis ekspor, masih jauh dari yang diharapkan.
Untuk itu, program 1D1E lebih menekankan pada tiga hal:
1. Peningkatan kapasitas BUMDES dalam menjalankan bisnis, utamanya dalam menangani proses ekspor. Dalam hal ini, pemberian pelatihan ekspor, termasuk pendampingan kualitas produk dan kurasi produk yang dihasilkan untuk dapat diekspor, dan pemberian pengetahuan tentang pasar mancanegara dapat menjadi bagian utama dari program peningkatan kapasitas BUMDES ini,
2. Fasilitasi dan pendampingan manajerial bagi BUMDES yang telah siap melakukan bisnis ekspor, ini termasuk fasilitas kredit ekspor, pengurusan bea dan cukai, pengurusan izin ke Kementerian dan Lembaga terkait hingga pendampingan manajerialnya.
3. Pembukaan akses pasar mancanegara bagi produk-produk pedesaan, melalui pembukaan kerja sama perdagangan bilateral, regional maupun multilateral, terutama ke negara-negara dimana Indonesia telah memiliki perjanjian perdagangan internasional dengan mereka, dan juga ke negaranegara yang terdapat cukup banyak orang Indonesia, baik para pekerja migran maupun yang tengah melakukan studi dan beribadah. Warga Indonesia yang tinggal di luar negeri (diaspora) merupakan pasar utama dari produk-produk pedesaan sebagaimana dimaksud.
4. Penyelenggaraan promosi produk pedesaan, baik melalui online maupun offline. Optimalisasi peran kedutaan besar atau perwakilan dagang dan investasi pemerintah maupun non pemerintah di luar negeri, bisa memainkan peran penting dalam program ini. Namun yang lebih menarik adalah promosi dilakukan melalui pameran dalam negeri yang bertaraf internasional dengan mengundang buyer atau calon buyer untuk datang berkunjung ke desa produsen dari produk-produk tersebut. Cara lain yang dapat dilakukan untuk promosi produk pedesaan adalah dengan
mengikutsertakan produk-produk pedesaan yang sudah siap ekspor tersebut melalui misi dagang atau pameran dagang di luar negeri. Praktik promosi berbasis experiential seperti ini akan lebih menimbulkan efek yang lebih positif dalam meraih target market yang ada.
Jika program ini berjalan, dengan paling tidak melibatkan 30% dari 83.971 desa atau sekira 25.000 desa yang ada di seluruh Indonesia dengan nilai transaksi per tahun mencapai Rp1 Miliar, jumlahnya bisa mencapai Rp25 triliun. Dengan pendapatan sebesar itu yang masuk ke desa-desa, akan memacu pertumbuhan ekonomi yang lebih agresif lagi di desa-desa. Satu Desa Satu Exportir (1D1E) hendaknya dapat dipertimbangkan oleh pemerintahan yang akan datang jika ingin memajukan perekonomian di desa dengan lebih sungguh-sungguh.