Dunia Hukum Perlu Diperbaiki

0 18

Penulis: Semuel Matullessy

Anggota Dewan Pakar Partai NasDem

Seperti gempa bumi yang berdampak pada tergerusnya lingkungan sekitar yang berakibat terjadinya tsunami. Itulah kondisi para penegak hukum saat ini. Hakim, jaksa, pengacara, ditangkap oleh aparat penegak hukum sudah lazim di Indonesia. Bahkan-baru-baru ini ada hakim yang terjerat kasus suap dalam memutus sebuah perkara

Terkait dengan banyaknya hakim yang tertangkap di Indonesia, beberapa faktor yang bisa menjadi penyebabnya antara lain:

  1. Korupsi dan Penyalahgunaan Wewenang: Banyak kasus yang melibatkan hakim terkait dengan korupsi, suap, atau penyalahgunaan wewenang dalam proses peradilan. Misalnya, ada hakim yang menerima suap untuk mempengaruhi putusan dalam sebuah kasus. Kondisi ini terjadi karena lemahnya pengawasan dan tekanan dalam sistem peradilan yang memungkinkan penyimpangan terjadi.
  2. Kurangnya Pengawasan yang Ketat: Pengawasan terhadap hakim di Indonesia kadang dianggap kurang ketat, baik itu dari segi internal (sesama hakim) maupun eksternal (misalnya dari masyarakat atau lembaga pengawas). Meskipun ada lembaga seperti Komisi Yudisial yang bertugas mengawasi perilaku hakim, namun pengawasan ini tidak selalu efektif dalam mencegah pelanggaran.
  3. Tantangan Integritas dalam Sistem Hukum: Sistem hukum yang belum sepenuhnya bebas dari praktek kolusi atau nepotisme turut memberikan ruang bagi terjadinya pelanggaran. Beberapa hakim bisa terpengaruh oleh kepentingan pribadi atau pihak tertentu, yang akhirnya melanggar kode etik atau hukum.
  4. Kurangnya Pendidikan Etika dan Profesionalisme: Pendidikan dan pelatihan bagi hakim dalam hal etika dan profesionalisme terkadang tidak cukup memadai. Ini bisa menyebabkan adanya hakim yang tidak memiliki integritas yang cukup kuat dalam menjalankan tugasnya.
  5. Tekanan Politik dan Ekonomi: Dalam beberapa kasus, hakim bisa saja terpengaruh oleh tekanan dari pihak-pihak yang memiliki kekuasaan politik atau ekonomi. Mereka mungkin merasa terpaksa membuat keputusan tertentu untuk menjaga posisi atau kesejahteraan pribadi.

Meskipun banyaknya hakim yang tertangkap merupakan masalah serius, hal ini juga menunjukkan bahwa ada proses penegakan hukum yang semakin kuat dan transparan. Sebagian besar kasus ini dapat menjadi momentum untuk melakukan reformasi dalam sistem peradilan agar lebih bersih dan adil.

Solusi

Untuk mengatasi masalah banyaknya hakim yang tertangkap karena korupsi atau pelanggaran etika di Indonesia, ada beberapa solusi yang bisa diterapkan, baik dari sisi kebijakan, sistem, maupun budaya. Berikut adalah beberapa solusi yang bisa dipertimbangkan:

  1. Penguatan Pengawasan Internal dan Eksternal
  • Komisi Yudisial: Memperkuat peran dan fungsi Komisi Yudisial untuk melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap perilaku hakim. Komisi Yudisial harus memiliki independensi yang kuat dan kekuatan hukum untuk menindak tegas setiap pelanggaran yang dilakukan oleh hakim.
  • Pengawasan Masyarakat: Mendorong partisipasi masyarakat dalam mengawasi proses peradilan, misalnya melalui transparansi publik dalam proses pengadilan dan memberikan saluran bagi masyarakat untuk melaporkan adanya dugaan pelanggaran oleh hakim.
  1. Reformasi Sistem Peradilan
  • Penyederhanaan dan Digitalisasi Proses Hukum: Memperbaiki proses peradilan dengan memperkenalkan sistem digital untuk memudahkan akses masyarakat dan meminimalisasi ruang untuk intervensi atau suap. Proses peradilan yang lebih transparan dan terbuka dapat mengurangi peluang pelanggaran oleh hakim.
  • Tidak kalah pentingnya adalah: peranan Panitera yang berperan sebagai jembatan komunikasi, antara Hakim dan Pengacara, serta Jaksa, maupun pihak-pihak yang berperkara.
  • Peningkatan Sistem Manajemen Kasus: Mengelola dan memonitor kasus-kasus di pengadilan dengan lebih baik, termasuk meminimalisir penundaan persidangan yang bisa membuka celah untuk penyuapan atau pengaruh luar.
  1. Pendidikan dan Pelatihan Etika yang Lebih Ketat
  • Pelatihan Etika dan Integritas: Menambah kurikulum pendidikan bagi calon hakim yang lebih menekankan pada etika profesi dan integritas. Pelatihan ini tidak hanya di awal karir, tetapi juga harus berkelanjutan sepanjang karir hakim.
  • Sosialisasi Kode Etik: Mengedukasi hakim tentang kode etik yang harus mereka pegang teguh, serta pentingnya menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
  1. Penguatan Sanksi bagi Pelanggaran
  • Penegakan Hukum yang Tegas: Menindak tegas setiap pelanggaran yang dilakukan oleh hakim, termasuk melalui pemecatan, pencabutan lisensi, dan hukuman pidana jika diperlukan. Ketegasan ini harus menunjukkan bahwa tidak ada toleransi terhadap korupsi atau penyalahgunaan wewenang.
  • Program Whistleblowing: Membuka saluran whistleblowing yang aman dan terlindungi bagi orang-orang dalam sistem peradilan untuk melaporkan perilaku buruk atau pelanggaran oleh hakim.
  1. Reformasi Keuangan Peradilan
  • Meningkatkan Kesejahteraan Hakim: Salah satu alasan hakim terlibat dalam tindakan korupsi adalah masalah kesejahteraan. Meningkatkan gaji dan fasilitas hakim, serta memberikan kesejahteraan yang layak, bisa mengurangi godaan untuk menerima suap atau melakukan korupsi.
  • Transparansi dalam Anggaran Peradilan: Memastikan bahwa anggaran yang dialokasikan untuk lembaga peradilan digunakan secara efektif dan transparan. Ini dapat mencegah adanya praktik-praktik korupsi dalam pengelolaan anggaran.
  1. Kultur dan Nilai-nilai Integritas dalam Lembaga Peradilan
  • Membangun Budaya Integritas: Membangun budaya yang menekankan pada integritas dalam lembaga peradilan, dengan mencontohkan perilaku yang baik dari pimpinan dan senior hakim. Hakim senior harus menjadi contoh yang baik bagi hakim junior dalam menjalankan tugas mereka secara jujur dan adil.
  • Rotasi dan Promosi Berbasis Kinerja: Melakukan rotasi dan promosi hakim berdasarkan penilaian kinerja yang objektif, bukan berdasarkan hubungan pribadi atau politis. Hal ini membantu mengurangi potensi penyalahgunaan jabatan atau peran yang dimiliki.
  1. Mendorong Keterbukaan dan Publikasi Putusan Pengadilan
  • Publikasi Putusan Pengadilan: Memastikan setiap putusan yang dibuat oleh hakim dipublikasikan secara terbuka, baik itu melalui situs web pengadilan atau media lainnya. Dengan adanya transparansi, masyarakat bisa memonitor apakah putusan tersebut adil atau ada unsur-unsur tidak sesuai dengan hukum yang berlaku.
  • Audit Independensi dan Integritas: Melakukan audit secara independen terhadap putusan-putusan pengadilan untuk memastikan tidak ada praktek yang merugikan pihak tertentu atau keputusan yang tidak adil.

Jika solusi-solusi tersebut diterapkan secara serius, diharapkan dapat mengurangi jumlah hakim yang terlibat dalam tindak pidana dan meningkatkan kualitas serta kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan di Indonesia.

Banyak orang menilai hukum di Indonesia memang perlu diperbaiki — tapi tentu ini topik yang kompleks dan nggak bisa dijawab hitam-putih.

Kalau kita lihat dari beberapa sisi:

  1. Penegakan hukum

Masalah terbesar sering bukan cuma undang-undangnya, tapi gimana hukum itu ditegakkan. Banyak kasus ketidakadilan muncul karena aparat hukum yang kurang tegas, kurang transparan, atau bahkan terlibat korupsi. Jaksa mengatur tuntutan sesuai pesanan/order.

  1. Regulasi yang tumpang tindih

Di Indonesia, kadang satu aturan bisa bertabrakan dengan aturan lain, atau terlalu banyak peraturan yang justru bikin bingung. Ini bikin celah hukum yang bisa dimanfaatkan pihak-pihak tertentu.

  1. Akses terhadap keadilan

Di banyak daerah, orang kecil atau masyarakat di pelosok sulit banget mengakses bantuan hukum. Jadi, meskipun hukum ada, pelaksanaannya tidak merata.

  1. Hukum yang belum responsif terhadap zaman

Dunia berubah cepat — masalah digital, lingkungan, hak asasi, dan lain-lain kadang belum cukup terakomodasi dalam hukum kita. Jadi banyak yang merasa hukum perlu direvisi biar relevan dengan kondisi sekarang. Jadi, bisa dibilang perbaikan hukum itu penting, baik dari segi aturan tertulisnya, sistemnya, sampai ke mentalitas para penegaknya.

Terkait persoalan ini, Partai NasDem menyatakan diri sebagai partai anti korupsi. Meskipun dalam perjalanannya terdapat beberapa kader yang pernah berhadapan dengan tuduhan maupun hukuman atas tindakan korupsi, hal ini tidak mengubah komitmen dasar dan prinsip utama NasDem untuk membangun politik yang bersih, jujur, dan berintegritas.

Korupsi bukan hanya dalam bentuk suap atau penggelapan uang negara, tetapi juga mencakup penyalahgunaan kekuasaan, kolusi, dan pemanfaatan fasilitas negara yang bukan menjadi haknya. NasDem menegaskan bahwa setiap kader maupun pejabat publik yang berasal dari partai ini harus menjauhkan diri dari segala bentuk tindakan yang bisa membawa petaka hukum dan mencederai kepercayaan rakyat.

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.