Restorasi Ekonomi Sia-sia Bila Moral Bobrok

0 32

SHAANTI SHAMDASANI

Kondisi ekonomi Indonesia sedang tidak baik-baik saja, meski ada sejumlah prospek yang memberi harapan baik pada masa datang, namun diperlukan langkah-langkah yang kuat untuk mengatasi berbagai kendalanya. Restorasi ekonomi menjadi salah satu strategi yang layak dilakukan, dimana nasionalisme ekonomi menjadi pemandu dalam melewati tatanan geopolitik dunia yang sedang berubah. Namun itu semua sia-sia jika moral bangsa berhasil dihancurkan lewat praktik-praktik pinjaman online (pinjol), judi online, dan pornografi yang saat ini
semakin merajalela. Harus ada langkah berani dari pemerintah dan segenap elemen bangsa untuk tegas menyatakan: No More Easy Money – You Work – You Earn.

Indonesia Sedang Tidak Baik-baik Saja

Memasuki tahun 2024 ekonomi Indonesia menghadapi tantangan serius. Laporan Global Economic Prospects yang diterbitkan Bank Dunia pada bulan Januari 2024 meramalkan ekonomi dunia akan mengalami pelambatan. Laporan itu menyebut ekonomi dunia tahun 2024 tumbuh 2,4% year on year (yoy) lebih rendah dari tahun 2023 yang tumbuh sebesar 2,6% Lebih jauh dikemukakan bahwa ekonomi negara-negara berkembang tumbuh hanya 3,9% ini lebih kecil dari dekade sebelumnya. Dan mereka mengingatkan bahwa pada penghujung tahun 2024 ada potensi satu dari empat negara berkembang atau sekitar 40% negara berpendapatan rendah bisa lebih miskin dibandingkan kondisi sebelum pandemi Covid-19.

Ada sejumlah faktor penyebab utama muramnya situasi perekonomian dunia akhir-akhir ini; ketegangan geopolitik yang semakin tidak menentu, perang yang terus berlangsung antara Rusia dan Ukraina, pada bagian lain perang antara Israel dan Palestina mulai menyeret sejumlah negara lainnya. Sementara itu, kebijakan fiskal ketat negara-negara maju, dan pinjaman negara-negara
berkembang yang terus membengkak di tengah menurunnya pendapatan mereka. Ini berdampak pada terhambatnya laju perdagangan tahun 2024 yang nilainya mencapai separuh dari rata-rata pertumbuhan perdagangan global pada dekade Pandemi Covid-19.

Pada bagian lain, International Monetary Fund (IMF) menyampaikan bahwa tingkat suku bunga acuan global masih tetap tinggi, bahkan cenderung meningkat pada tahun 2025. Negara-negara maju, utamanya AS dan Eropa, masih berjuang memerangi inflasi yang sulit dikendalikan dengan mempertahankan suku bunga tinggi. Sebut saja The Fed bertahan di level 5,25% hingga 5,5% sedangkan Bank Central Eropa (ECB) pada Desember 2023 mempertahankan suku bunga pada rekor tertinggi antara 4,5%-4,75%. Kondisi ini memberi tekanan bagi negara-negara berkembang karena utang semakin mencekik.

Menariknya, meski ekonomi dunia tidak menentu dan muram, ekonomi Indonesia justru masih optimis. Pemerintah Indonesia mematok pertumbuhan ekonomi pada tahun 2024 pada level 5,2%. Tingkat pertumbuhan ini tampaknya diamini oleh berbagai lembaga ekonomi internasional seperti The Last Mile Morgan Stanley yang menyampaikan dalam buku 2024 Global Economic Outlook bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia berjalan di kisaran 5% berbeda dengan Bank Dunia yang mematok di level 4,9% dengan pertimbangan bahwa pelemahan harga komoditas global bakal menekan ekspor dan pendapatan Indonesia. Bank Dunia juga menyoroti melemahnya ekonomi Cina dan sikap investor dunia yang menunggu hasil pesta demokrasi yang baru saja berlangsung membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia berpotensi memburuk.

Kekhawatiran akan memburuknya ekonomi Indonesia juga diungkapkan oleh Bank Indonesia dalam laporannya terkait survey Indeks Ekspektasi Konsumen yang melorot dari 134,2 pada November 2023 menjadi 133,9 pada Desember 2023. Sementara posisi utang Indonesia, sebagaimana diumumkan melalui APBN KiTa Edisi Desember 2023 melonjak sebesar Rp 90,49 triliun sehingga total menjadi Rp 8.041,01 Triliun. Kondisi ini diperparah dengan kenyataan bahwa meningkatnya utang tersebut tidak berdampak kepada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang justru tertahan dikisaran 5%. Hal ini jika dibiarkan akan menjadi masalah serius berupa makin sempitnya ruang fiskal Indonesia. Dalam kerangka inilah restorasi ekonomi diperlukan.

Belajar dari Cina

Untuk hal ini, apa yang dilakukan oleh Cina perlu menjadi pelajaran bagi kita. Tiga puluh tahun silam, Cina membuka diri kepada masuknya teknologi dan investasi asing. Mula-mula mereka mengundang perusahaan-perusahaan asing, utamanya dari Amerika Serikat dan Eropa untuk membuka pabrik-pabriknya di Cina. Segala kemudahan investasi diberikan kepada perusahaan seperti Apple dan lain-lain. Namun, diam-diam mereka pelajari segala hal tentang teknologi dan industri itu, dan setelah mereka menguasai, kebijakannya di ubah. Cina tak lagi memberi ruang bagi perusahaan itu untuk tetap bertahan di Cina.

Sebagai gantinya, Cina mengembangkan industri tersebut dengan cepat dan dalam skala yang lebih masif. Hasilnya, mula-mula kita menyaksikan produk produk Cina yang mirip produk sejenis membanjiri pasar dunia. Tapi tidak lama, setelah itu produk-produk Cina dengan kualitas tinggi dan merek sendiri segera menguasai pasar dunia. Dari kunjungan yang saya lakukan selama beberapa bulan ke Cina baru-baru ini dan melihat dari dekat bagaimana ekonomi mereka dibangun, saya berkesimpulan Cina hari ini adalah Cina yang berada pada tahun 2050. Ini semua terjadi karena Pemerintah Cina telah membuat perencanaan 30 tahun yang konsisten dan didukung oleh kebijakan yang kuat.

Pada bagian lain, adanya Cina sebagai superpower Economic Power memicu negara-negara tetangga seperti India siaga. Terlebih lagi Cina menerapkan Belt Road Initiative atau OBOR (One Belt One Road) yang mengkoordinasi dan memfasilitasi kebijakan, perdagangan tanpa hambatan, integrasi keuangan, dan ikatan antar masyarakat di sepanjang Jalur Sutera, baik melalui daratan maupun lautan. Kebijakan itu merangsang sejumlah negara-negara di sepanjang jalur tersebut berkompromi dengan Cina yang siap bekerja sama dalam bidang pembangunan dan ekonominya.

Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN, dan non-blok, jelas akan membuka pintu ke pihak manapun yang siap ikut membantu agenda ekonomi dan perkembangan negara, termasuk dengan Cina. Cina membawa inisiatif OBOR ini, dengan memberikan pinjaman dan kerja sama di bidang pembangunan infrastruktur, pertambangan, dan lainnya. Pendekatan ekspansi ekonomi Cina juga dilakukan kepada Myanmar, Pakistan, dan Sri Lanka. Dengan kebijakan ini, Cina tumbuh menjadi kekuatan superpower ekonomi yang melampaui pengaruh Amerika Serikat di Asia.
Dari dua ilustrasi tentang Cina tersebut dapat dikemukakan bahwa restorasi ekonomi yang dilakukan hanya mewujud jika pemerintah memiliki semangat nasionalisme yang tinggi. Praktik membuka pintu untuk investasi asing masuk dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi warganya untuk mempelajari dan menguasai teknologi yang dibawa, untuk kemudian menutup dan memaksa asing keluar dari Cina. Pada tahap selanjutnya, dunia usaha, dan industri dikuasai oleh Cina sendiri yang pada gilirannya go global untuk menguasai dunia.

Siapa yang Melemahkan Indonesia Lewat Penghancuran Moral

Dalam hal kemunduran yang dialami Indonesia beberapa tahun ini, kita hanya bisa menyalahkan diri sendiri. Ya, kita terlalu naif, dan tidak bijaksana dalam menanggapi perkembangan digital, termasuk “strategi-strategi dunia cyber”. Namun, kemunduran ekonomi, sosial dan politik, tidak hanya dirasakan di Indonesia saja, hampir setengah dari negara di dunia mengalami hal yang sama, cuma saja, ada negara yang pemerintahannya langsung melihat sinyal-sinyal destruktif ini dan langsung dihentikan.

Bagaimana dengan Indonesia? Apakah dapat menjalankan restorasi ekonominya? Restorasi ekonomi akan dengan otomatis terjalankan jika “karakter dan moral bangsa” dilindungi. Sejarah mengajarkan, tidak ada satu pun negara yang berhasil jika karakter dan moral bangsa tersebut bobrok. Faktor eksternal, konon di media massa juga menyampaikan cukup berpengaruh. Contohnya, praktik OBOR yang dilakukan Cina mengandung konsekuensi yang kalau tidak dipahami dampaknya dapat membahayakan negara yang berkompromi dengannya. Kita saksikan Sri Lanka, Pakistan sudah mulai terkena dampak negatif itu, karena kebijakan OBOR ini mencakup semuanya, sosial, ekonomi dan politik, untuk benar-benar menguasai borders, mesin-mesin ekonomi, dan sumber daya ekonomi.

Apakah di Indonesia mengalami fenomena yang sama? Jika saya lihat, ya dan tidak.

Indonesia adalah negara yang kaya, lazim jika dilirik oleh negara atau bisnis lainnya. Namun, manajemen fiskal kami, manajemen APBN dan utang negara kami juga sangat berperan.

Jika sudah ada contoh OBOR (yang menurut saya sebuah praktek bisnis yang lazim, tanpa ada paksaan), maka Indonesia seharusnya sudah mengetahui celah-celah dan jebakan-jebakan yang ada (toh di setiap bisnis pasti ada jebakan-jebakan, atau negosiasinya).

Banyak yang yakin, dan di beritapun sudah banyak diliput bahwa Indonesia sedang mengarah ke sana juga, mengarah ke zona jebakan OBOR. Jadi, dalam melakukan penguasaan sesuatu negara, yang dilakukan pertama membuat kompromi yang kemudian ditindaklanjuti dengan melemahkan dari aspek sosial, ekonomi, dan politik. Apakah ini betul? Belum terbukti.

Dalam tatanan geopolitik, Indonesia merupakan bagian dari wilayah Asia Tenggara yang merupakan 40% ekonomi dunia. Kawasan ini terkonsolidasi dalam ASEAN yang pada tahun 2019 membentuk Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang merupakan perjanjian perdagangan bebas melibatkan sepuluh negara anggota ASEAN (Brunei, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam) dan enam negara mitranya (Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, dan India).

Secara Geografis, Cina lebih dekat dengan Asia Tenggara dan jauh dari Amerika Serikat, sehingga geopolitik ASEAN tak terkecuali Indonesia dalam bayangbayang pengaruh Cina. Pada masa lalu, pengaruh Amerika Serikat begitu kuat, terlebih saat isu antikomunis begitu kuat pada masa Orde Baru dimana Indonesia mengambil jarak dengan Cina. Tapi saat ini, ketika isu antikomunis
berhasil dilemahkan dan Amerika tidak lagi powerful, situasinya berubah. Indonesia dan hampir sebagian besar negara-negara ASEAN condong ke Cina. Ini dibuktikan dengan lebih mudahnya investor-investor dari Cina masuk ke Indonesia daripada investor dari Amerika Serikat atau Eropa. Kembali lagi, apakah ini sepenuhnya betul? Banyak faktor yang bermain disini, dan setiap
negara investor pasti akan melakukan negosiasi-negosiasi yang ketat. Nah, ini menarik, tanpa menyalahkan negara atau oknum atau pihak lainnya, ini fenomena global, dimana pengaruh “Sosial Media dan Teknologi” sudah banyak memiliki dampak negatif terhadap hidup manusia, tua atau muda, Indonesia atau asing.

Kalau di Indonesia, saya melihat saat ini sedang dalam fase dilemahkan oleh banyak faktor, termasuk faktor kedewasaan menanggapi perkembangan teknologi dan demam GenZ dan Start-Up yang gagal dikarenakan tingkat kedewasaan orang Indonesia belum maksimal (oleh keimanan, kedisiplinan diri sendiri, dan disinilah nilai-nilai positif kekeluargaan, keagamaan sedang diuji).

Bagaimana cara Indonesia dilemahkan?

Pertama yang dilakukan dengan menghancurkan moralnya. Bagaimana menghancurkannya? Itu dilakukan melalui media sosial yang dibanjiri dengan pornografi. Masyarakat kita,
utamanya kelas menengah bawah dibuat kecanduan pronografi. Saat ini orang Indonesia dikenal sebagai pengakses terbesar situs-situs porno, bukan hanya pengakses tapi juga salah satu produsen pornografi terbesar di dunia.

Kedua, sektor ekonomi Indonesia dihancurkan melalui pengrusakan moral masyarakatnya. Caranya dengan memberikan uang mudah (easy money) melalui Pinjaman Online (Pinjol). Kita semua tahu, lebih dari 18 juta orang Indonesia (15%) terjerat Pinjol. Dampaknya bukan saja menimbulkan efek psikologis yang fatal seperti praktik bunuh diri, perceraian, dan merosotnya
produktivitas kerja belum lagi melonjaknya kriminalitas, pinjol juga menyebabkan tersendatnya kemajuan ekonomi. Sebagai contoh, kelas menengah bawah yang terjerat pinjol, tak bisa mengakses kredit perumahan, yang pada giliran berikutnya memacetkan perkembangan sektor perumahan, industri perumahan anjlok, dan pada akhirnya melemahkan perekonomian
nasional. Hal yang sama dapat terjadi pada sektor-sektor yang lain.

Hal yang tak jauh berbeda juga harus dilakukan pada judi online. Apalagi di Indonesia jelas-jelas melarang praktik perjudian. Maka tidak ada alasan bagi pemerintah untuk berlaku lunak terhadap praktik judi online, baik kepada operator maupun pelakunya. Laporan terakhir mengungkapkan bahwa penduduk Indonesia yang terlibat judi online mencapai 4 juta orang, dengan
jumlah transaksi mencapai 167 juta dengan nilai transaksi sebesar Rp237 triliun.

Praktik Pinjol dan Judi Online telah menjadi penyakit moral yang dengan jelas melemahkan produktivitas bangsa Indonesia. Bisa dimengerti bila indeks daya saing global Indonesia masih rendah. Pada tahun 2023 indeks daya saing global Indonesia berada di peringkat ke-34. Padahal, Indonesia tengah mengeluelukan bonus demografi yang diyakini bisa membuat ekonomi Indonesia tumbuh pesat. Kalau masalah penyakit moral ini tidak dapat diatasi, yang diperoleh justru demographic burden. Ibarat sebuah keluarga dengan anak-anak yang secara moral sudah kecanduan nonton video porno dan malas, maka orang tuanya akan bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bandingkan dengan keluarga yang anak-anaknya rajin dan cerdas, orang tua nya akan bisa menikmati hidup lebih baik dan tidak harus bekerja lebih keras lagi.

No More Easy Money – You Work – You Earn!

Mencermati kondisi demikian, saya melihat usaha kita untuk memperbaiki ekonomi tidak banyak artinya kalau tidak didahului dengan perbaikan moral. Jadi, yang pertama harus dilakukan adalah menyelamatkan masyarakat kelas menengah – bawah ini dari kehancuran moral yang melemahkan produktivitas mereka. Caranya dengan menerapkan kebijakan no more easy money dan no more pornography. Pemerintah harus berani untuk lebih keras menutup Pinjol. Hal ini telah dipraktikkan oleh India.

Hal yang sama harus dilakukan dengan praktik judi online. Ini tantangan terberat bagi pemerintah, mengingat maraknya praktik judi online ditengarai melibatkan aparat penegak hukum, sehingga pemberantasannya setengah hati. Penegakan hukum yang menimbulkan efek jera baik bagi pelaku maupun aparat yang terlibat harus benar-benar diperlihatkan pemerintah.

Pada bagian lain, praktik pornografi sudah semakin merajalela. Teknologi komunikasi kita begitu canggihnya, sehingga di kalangan masyarakat menengah – bawah dengan mudahnya memproduksi foto maupun video porno dan dengan mudahnya disebar atau diperjualbelikan melalui media sosial. Ini hampir-hampir musykil untuk diberantas. Usaha Pemerintah untuk terus
menutup situs-situs porno patut diapresiasi, namun itu saja tidak cukup.

Meminimalisasi aktivitas pornografi terjadi pada jam-jam produktif juga penting dilakukan. Pada kenyataannya, situs-situs porno dan aktivitas aktivitas pornografi sudah merambah secara leluasa pada jam-jam produktif, ini mengancam produktivitas bangsa. Dalam kerangka ini, perlu pembatasan penggunaan media sosial pada jam-jam produktif dari pagi hingga sore hari.

Dengan cara demikian, sepanjang jam-jam tersebut masyarakat bisa fokus dengan pekerjaannya masing-masing sehingga terjaga produktivitasnya. Berangkat dari usulan tersebut, penting untuk dikemukakan bahwa negeri ini perlu merestorasi ekonominya, sebuah usaha membangun kekuatan nasional dalam bidang ekonomi dengan mengandalkan sumber daya alam maupun
sumber daya manusia yang dimiliki. Banyak teori dan strategi yang bisa ditawarkan dalam menjalankan restorasi ini. Namun, hal pertama dan utama yang terlebih dahulu harus diselesaikan oleh segenap elemen bangsa ini adalah memperbaiki moral bangsa yang telah hancur. Percuma restorasi ekonomi dilakukan kalau moral warganya bobrok.

Jangan heran jika kedepan permintaan untuk rumah sakit jiwa meningkat. Akhir kata, ini fenomena global, namun tingkat kedewasaan bangsa Indonesia sedang diuji.

You want to fix the economy? You fix your morality first!!

Leave A Reply

Your email address will not be published.