Membangun Kampong Merah Putih dengan Asta Cita

0 27

Penulis: Lalu Sudarmadi

Anggota Dewan Pakar Partai NasDem

 

The problems we face can not be solved by the same level of thinking that created them. Kita tidak bisa memecahkan masalah dengan menggunankan jenis pemikiran yang sama seperti yang kita gunakan saat kita mencipatakannya.  Asta cita ke 6 hakikinya konsep  yang disiapkan dengan cara berpikir berbeda untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi saat ini. Setiap pemerintahan baru selalu dihadapkan pada masalah pemerataan dan kemiskinan.

Pemerataan tidak kunjung terwujud melainkan makin lebarnya gap kesenjangan mengacu pada gini ratio yang makin tinggi dan masalah penduduk miskin yang tidak juga berhasil dientaskan, ditunjukkan dengan jumlah penduduk miskin dan hampir miskin yang makin besar.

Kebijakan ‘Membangun dari desa dan dari bawah untuk pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan’ akan mewujudkan mimpi-dream pada 2029. Suatu saat nanti desa yang kita sebut ‘Kampong Merah Putih’ menjadi desa atau kampong yang penduduk miskinnya turun, setiap anak usia sekolah  bersekolah semua, stunting akan menurun , karena  tercover program makan bergizi, rumah penduduk miskin berubah menjadi rumah sehat yang layak, disertaisanitasi dan lingkungan yang bersih dan sehat, mendapat penerangan listrik serta air bersih.

Setiap penduduk, ibu hamil dan balitanya mendapat layanan kesehatan dan KB di posyandu dan bidan desa . Desa punya infrastruktur jalan yang memadai, penduduknya hidup rukun dalam perbedaan, rumah ibadah ramai setiap waktu yang juga dimanfaatkan sebagai tempat bermusyawarah. Setiap keluarga punya penghasilan dan berhimpun dalam koperasi dan atau kelompok  usaha mikro dan kecil.

Setiap halaman rumah yang ada dan atau lahan tidur semua termanfaatkan menjadi lahan produktif  melalui gerakan menanam, sayur atau komoditi lainuntuk memperkuat ketahan pangan keluarga.  Kampong Merah Putih juga menjadi tempat yang layak untuk anak baik balita sampai remaja dan lansia  mengisi waktu luang mereka dalam bersosialisasi karena tersedianya tempat untuk itu.

Untuk mewujudkan impian itu, Asta Cita secara nasional men-targetkan penurunan Gini Ratio dari 0.388 ( 2023) menjadi 0.379, penduduk miskin dari 9.3 % menjadi 4.5-5 %   kemiskinan ekstrem terhapus menjadi nol, stunting menurun dari 21.5 menjadi 14.2 pada tahun 2029.

Baseline yang dipakai adalah jumlah penduduk miskin pada tahun 2024 berjumlah 27.5 juta dan yang hampir miskin 115 juta. Ukuran yang digunakan adalah pengeluaran perkapita perhari sebesar US$1,25 atau sekitar Rp 18.349 . Kalau memakai standard World Bank US$2.15  maka jumlah penduduk miskin pasti akan makin membesar.

Target itu nampaknya ambisius, di tengah realita kompleks dan berbagai masalah yang akan muncul terutama dalam pengelolaan dan pelaksanaan karena pastinya ada masalah beaucratic diseaseyang menghambat beroperasinya organinasi secara penuh.

Persoalan birokrasi,  tidak semudah yang dibayangkan, sehingga Kementerian dan Lembaga/Badan(K/L) yang baru dibentuk, membutuhkan waktu dalam berbagai penyiapan seperti kantor, struktur dan personalia serta petugas pelaksana di lapangan. Belum lagi waktu untuk penyiapan   berbagai tugas fungsi untuk mendukung visi misi presiden menjadi kebijakan operasional diikuti oleh kegiatan untuk shared vision agar tujuan yang ingin dicapai bisa dipahami oleh semua struktur sampai ke bawah.

Penyiapan pengelolaan, administrasi dan aplikasi anggaran dan lainnya sesuai system operating procedures/SOP perundang- undangan, kesemuanya tidak serta merta siap. Juga masalahketerbatasan anggaran dan ketepatan penggunaaannya, jadi bukan hanya ‘a matter of numbers but also how to spend’. 

Masalah lain dalam birokrasi adalah   koordinasi, kolaborasi dan integrasi . Mudah diucapkan, tapi sulit pada level operasional, terutama dalam integrasi yang menyangkut kegiatan dananggaran.

Masalah ego sektoral serta kesepakatan penggunaan ‘satu’ data operasional sulit dihindari oleh karena masing masing K/L ingin eksis dan punya fokus, sasaran dan target dengan KPI masing masing, disertai kewajiban untuk membuat pertanggung jawaban anggaran yang rumit.

Terkait hal ini mungkin saatnya mempertimbangkan untuk  menerapkan pembiayaan dengan model block grant  agar tumbuh budaya saling percaya, penyerapan anggaran lebih cepat, berkembangnya inovasi, improvisasi, partisipasi dan gotong royong di tengah masyarkat.

Mengingat unit opersionalnya adalah Desa maka perlu memperkuat dan mempertimbangkan:

  1. Pada tingkat desa  harus disiapkan satu data mikro dan peta sasaran, dengan kriteria yang disesuaikan dan disepakati bersama. Yang harusnya leading untuk ini adalah MenteriKependudukan dan pembangunan Keluarga/Ka BKKBN bekerja sama dengan BPTaskin. Karena selama ini BKKBN telah memiliki data mikro yang dipergunakan oleh pemerintah.
  2. Penyiapan aparat desa dengan berbagai kelengkapan yang dibutuhkan menjadi tanggung jawab Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Mendagri
  3. Penyiapan  kegiatan pelayanan seperti Posyandu menjadi tanggung jawab organisasi PKK dan Menkes
  4. Badan Gizi Nasional walaupun mempunyai waktu yang lebih panjang untuk melakukan persiapan pelaksanaan program Makan Gizi Gratis yang  dilaksanakan serentak pada tanggal 6 Januari 2025, nampaknya mengalami banyak kendala disebabkan berbagai masalah seperti  disebut di atas. BGN tak mampu menyiapkan pelaksanaannya dengan baik, mungkin karena masalah kesiapan strategi opersional lapangan, anggaran, coverage yang besar, koordinasi, kerja sama dan kolaborasi dengan K/L terkait yang masih lemah.
  5. BP Taskin yang merupakan Bandan Non Struktural yang menyiapkan konsep komprehensif pengentasan kemiskinan akan mengalami kendala dalam koordinasi,kolaborasi dan integrasi pelaksanaan konsep percepatan pengentasan kemiskinan.

  Hambatan birokrasi karena status Badan yang bukan menteri atau setingkat menteri. BP Taskin seolah sebagai pengganti dari  ‘team pengendali pengentasan kemiskinan’ yang dulu berada pada Wapres, yang tidak efektif karena tidak diberikan wewenang tugas dan fungsi pelaksanaan operasional disertai pengelolaan dana pengentasan kemiskinan. BP Taskin akan mengalami kendala seperti itu, kecuali BP Taskin mampu keluar dari berbagai beuacratic disease tersebut di atas.

  1. Penggerakan dan penyiapan lapangan menjadi tanggung jawab BKKBN dengan  PLKB nyayang membatu Kepala Desa/Lurah bersama dengan Toma dan Toga.
  2. Melibatkan ‘satgas’ atau gugus tugas yang dibentuk pada jajaran Polri dan TNI untuk membantu memperkuat pelaksanaan di lapangan.

Pendekatan ini mengandalkan kerja tim, berfokus pada pengembangan potensi lokal, pemberdayaan masyarakat, dan menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan ekonomi di tingkat akar rumput. Berikut adalah beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan:

  1. Pemberdayaan Ekonomi Lokal.

Pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah dengan memberikan pelatihan keterampilan, akses modal, dan pasar bagi pelaku usaha.

Diversifikasi Pendapatan, mendorong masyarakat untuk tidak hanya bergantung pada satu sektor, seperti pertanian, tetapi juga sektor lain seperti pariwisata, kerajinan, atau teknologi.

Dukungan Teknologi, dengan memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan pemasaran produk desa dan memperluas jaringan.

  1. Peningkatan Infrastruktur, Transportasi dan Logistik. Membangun jalan, jembatan, dan transportasi umum untuk memperlancar distribusi barang dan Logistik.

Membangun fasilitas Digital untuk memastikan akses internet di desa agar mendukung pendidikan, bisnis, dan informasi.

  1. Peningkatan Kualitas SDM Pendidikan. Memberikan akses pendidikan yang merata dan berkualitas, termasuk pendidikan vokasi sesuai kebutuhan lokal.

Memperkuat layanan kesehatan dasar dan akses terhadap air bersih dan sanitasi. Pelatihan dan Pendampingan, melatih masyarakat untuk meningkatkan keterampilan kerja dan kewirausahaan

  1. Pengelolaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan.

Di  bidang pertanian dan perkebunan mendorong penggunaan teknologi pertanian modern dan metode organik untuk meningkatkan hasil produksi. Pengembangkan ekowisata,berbasis alam tanpa merusak lingkungan.

  1. Kemitraan Pemerintah dan Swasta   untuk membangun potensi lokal tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat. Dibarengi pengembangan Kelompok Usaha dan Koperasi Desa untuk mendukung pendanaan dan distribusi hasil usaha.
  1. Mengintegrasikan Program Bantuan Sosial dan Subsidi Tepat Sasaran untuk membantu kelompok miskin bisa mandiri. Pembangunan dari bawah tidak hanya mungkin tetapi bisa dan memberikan dampak nyata terciptanya pemerataan ekonomi, pengentasan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat .

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.