Danantara Diandalkan untuk Capai Target Pertumbuhan Ekonomi 8%

0 69

Danantara disebut menjadi salah satu solusi untuk mendukung pemerintah mencapai target pertumbuhan ekonomi 8%. Badan anyar itu akan berfungsi untuk menarik investasi masuk ke Tanah Air dan mendorong pembangunan ekonomi dalam negeri. Demikian disampaikan Ketua Dewan Pakar Partai Gerindra Burhanuddin Abdullah dalam diskusi panel bertajuk Menuju Indonesia Emas: Perspektif Partai Gerindra dalam Mewujudkan Visi Kebangsaan di NasDem Tower, Jakarta, Selasa (26/11).

Hadir dalam diskusi itu, selain  Burhanuddin juga beberapa dewan Pakar Partai Gerindra. DariPartai NasDem hadir Ketua Dewan Pakar Peter F Gontha, Wakil Ketua Umum Partai NasDem Saan Mustopa, Sekjen Partai NasDem Hermawi F Taslim, dan beberapa pengurus DPP Partai NasDem. Dari Dewan Pakar hadir Wakil Ketua Yusherman, Sekretaris Rino Wicaksono dan anggota lainnya seperti Sonny Y Soeharso, Lalu Sudarmadi, Tjokro Suprijadi, Siska Defina, Muchtar Luthfi Mutty, Kurtubi, Sukendro Darmanto, Mohsen Hasan Al Hinduan, Mahpudi, Arlinda, dan Santi Ramchand. Hadir pula lewat zoom anggota Dewan Pakar NasDem lain seperti Bambang Sutanto dan pengurus Partai NasDem di daerah.

“APBN kita itu hanya sekitar Rp3.000 triliun, Rp1.000 triliun untuk utang, Rp1.200 untuk daerah, sisanya ada di belanja pusat. Jadi susah sekali untuk mendorong pembangunan dari situ. Makanya ada pemikiran untuk menyatukan seluruh aset BUMN, yang setelah dihitung asetnya mencapai Rp15 ribu triliun, dan ini dikelola Danantara,” jelasnya.

Danantara, kata Abdullah, merupakan badan yang berdiri sendiri, atau sui generis. Badan itu bakal mengelola aset-aset seluruh perusahaan pelat merah di dalam negeri. Aset-aset tersebut dapat menjadi modal untuk menarik investasi asing masuk ke dalam negeri. Diharapkan tingkat investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) dapat melonjak setelah Danantara rampung dan beroperasional. FDI merupakan komponen penting dalam perekonomian untuk memacu laju dan meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi.

“Kita ingin tumbuh 8%. ICOR kita katakan di angka 6. Gross domestic savings kita 38%, ada kekosongan sekitar 10% yang bisa didapatkan dari FDI itu,” jelas Abdullah.

Adapun Danantara ditargetkan bakal berporasi dalam waktu enam bulan ke depan. Dia menilai proses itu mestinya tak sulit lantaran pemerintah telah berkomitmen, ditambah dukungan politik yang kuat dari parlemen lantaran porsi koalisi yang ada di Senayan.

 

Belum Jelas

Gubernur Bank Indonesia periode 2003-2008 itu juga mengatakan, potensi pendapatan negara sebesar Rp300 triliun belum jelas keberadaannya. Itu karena negara belum melakukan penagihan kepada pengusaha terkait yang memiliki utang pajak. “Saya ketemu asosiasi sawit, sudah dijelaskan. Ada perusahaan sawit tanpa izin. Ada perusahaan sawit berizin yang merambah ke kawasan hutan sekitar, itu 3,7 juta hektare. Itu Rp300 triliun,” ujarnya.

Angka Rp300 triliun itu, kata Burhanuddin, berasal dari denda dan pajak terutang yang belum dibayarkan oleh pelaku usaha sawit, baik yang memiliki izin maupun yang tidak. Putusan pengadilan juga telah menetapkan dan mewajibkan denda kepada pengusaha terkait. Namun berdasarkan pertemuan dan keterangan yang diterima dari sejumlah asosiasi pelaku usaha sawit, jumlah denda tersebut bahkan tak menyentuh Rp100 triliun. “Hitungan mereka tidak sampai Rp100 triliun dan sampai sekarang tidak ada tagihan dari pemerintah, makanya mereka tidak bayar. Jadi Rp300 triliun itu belum jelas. ‘’

Diketahui sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo mengatakan negara mengalami kebocoran penerimaan sebesar Rp300 triliun. Itu berasal dari setoran pajak yang belum dibayarkan dan belum dioptimalisasi. Saat ini pemerintah disebut tengah mempertimbangkan perpanjangan masa kewajiban penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) komoditas Sumber Daya Alam (SDA) hingga satu tahun dengan besaran 50% dari total hasil ekspor. Itu lebih lama dan lebih besar dari aturan yang berlaku saat ini.

“Devisa hasil ekspor itu sedang dipertimbangkan sebesar 50% untuk satu tahun,” lanjut Burhanuddin yang juga Ketua Tim Ekonomi Presiden Prabowo Subianto.

Adapun dalam aturan yang berlaku saat ini, para eksportir dengan nilai ekspor pada Pemberitahuan Pabean Ekspor US$250 ribu atau lebih, wajib menempatkan DHE minimal 30% ke rekening khusus (reksus) dalam negeri yang difasilitasi oleh Bank Indonesia (BI) selama minimal 3 bulan. Data Bank Indonesia per 20 Agustus 2024, dolar hasil ekspor yang masuk ke instrumen term deposit valuta asing devisa hasil ekspor (TD Valas DHE) telah kembali bergerak di kisaran US$2,1 miliar-US$2,2 miliar.

Seiring dengan makin gencarnya BI bersama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memberikan sanksi kepada eksportir yang enggan menyimpan dolar hasil ekspornya di instrumen keuangan domestik. Selain itu, Burhaduddin juga bicara soal pengalihan subsidi energi menjadi bantuan langsung tunai (BLT) yang dinilai rasional dilakukan pemerintah agar anggaran negara dapat memberi manfaat secara optimal. Itu juga dianggap perlu untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi secara tak langsung.

“Subsidi BBM, listrik, dan gas itu hampir Rp560 triliun. Makanya ada pemikiran, bagaiamana kalau ini diubah subsidinya dengan BLT. Kita sudah lakukan penghitungan,” ujarnya.

Diasumsikan setiap penerima BLT akan mendapatkan dana bantuan sebesar Rp600 ribu per bulan untuk masyarakat miskin. Dari hitungan yang dilakukan,  penerima manfaat di kelompok miskin akan memegang uang sisa setiap bulannya sekitar Rp400 ribu.

“Kelompok miskin ini kan tidak punya motor, bayar listrik itu sekitar Rp30 ribu sebulan. Jadi dari Rp600 ribu itu ada sisa banyak sekitar Rp400 ribu kalau ditotal. Sementara itu, kalau yang menerima adalah masyarakat yang agak menengah, itu ada sisa setiap bulan Rp200 ribu,” tuturnya.

“Dengan cara demikian, itu negara bisa saving sekitar Rp209 triliun. Dengan pemikiran itu, memang agak sedikit mengorbankan inflasi. Sebab inflasi yang ditahan di kisaran 2,5% itu berbiaya besar. Bagaimana kalau diubah sedikit, subsidi untuk produktif dan me-leverage growth, itu cara yang kita pikirkan,” tambah Burhanuddin. Lebih lanjut, dia juga menerangkan semestinya kebijakan fiskal di Indonesia tak terlalu ketat. Pasalnya, kewajiban defisit maksimal anggaran 3% dinlai cukup kaku dan menghambat dukungan pemerintah terhadap perekonomian.

“Waktu UU 17/2023, saya itu menyarankan bukan setiap tahun defisit dipatok maksimal 3%, tetapi satu periode presiden, 3% defisitnya. Dengan cara demikian, kita bisa lebih proaktif me-manage APBN. Jangan seperti sekarang ini.’’ Yang tidak kalah menarik adalah rencana Presiden Prabowo Subianto yang memiliki rencana merancang produksi reaktor nuklir di Indonesia.

Hal itu dilakukan prabowo demi memproduksi energi terbarukan yang menurutnya, nuklir menjadi salah satu bagiannya.  Prabowo berharap dengan rencana pembangunan reaktor nuklir tersebut, Brasl dapat ikut kerja sama dan berinvestasi dalam pembangunannya di Indonesia.  “Kami juga memiliki mineral penting dan kami berencana merancang dan memproduksi reaktor nuklir kami sendiri, sehingga kami juga dapat bekerja sama dengan industri Brasil,” kata Prabowo dalam agenda Indonesia-Brazil Business Forum, yang digelar di Copacabana Palace, Rio de Janeiro, Brasil, pada Minggu (17/11/2024) waktu setempat.

Burhanuddin Abdullah pun mengamini soal ini. Selain dengan Brasil, Indonesia juga menjajaki kerja sama dengan Rusia soal Nuklir ini. Di bidang energi terbarukan, Prabowo tidak hanya menawarkan pembangkit listrik tenaga nuklir, dia juga menawarkan pembangkit listrik tenaga air dan panas bumi. Dia juga menyediakan banyak lokasi untuk menjadi lokasi pembangkit listrik tenaga surya bagi investor yang ingin mengembangkan modalnya di Indonesia.

Leave A Reply

Your email address will not be published.