Prabowo: Membangun Ulang Fondasi Bangsa dari Bawah

0 95

Penulis: Lalu Sudarmadi

Anggota Dewan Pakar Partai NasDem

 

 

Enam bulan pertama masa kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto layak diapresiasi sebagai awal yang menggugah harapan. Ia menunjukkan sikap tegas, kesungguhan tinggi, dan ketulusan untuk benar-benar mengabdikan diri kepada bangsa. Prabowo seolah sadar bahwa waktu lima tahun  tak panjang, maka ia langsung menancapkan fondasi pembangunan yang menjawab persoalan pokok rakyat: kemiskinan, gizi buruk, ketimpangan ekonomi, dan ketergantungan pangan serta tata kelola.

Salah satu langkah strategis adalah pembentukan Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan. Tak berhenti di situ, Prabowo juga membentuk Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN , serta mendirikan Badan Gizi Nasional. Kementeria/Lembaga ini bertugas menjalankan program makanan bergizi gratis bagi 82 juta anak sekolah, balita, dan ibu hamil—kebijakan revolusioner yang akan berdampak besar bagi generasi masa depan juga upaya untuk pengentasan keluarga prasejahtera dan penduduk miskin.

Dalam bidang pangan, visi Prabowo jelas: Indonesia harus berdaulat. Program swasembada digalakkan lewat pembangunan food estate/rice estate, perbaikan irigasi, dan pemberantasan mafia pupuk. Pemerintah ingin menjamin petani bisa berproduksi optimal tanpa dimakan rantai distribusi yang tidak adil.

Sementara itu, dalam Asta Cita ke-6, Presiden menekankan pembangunan dari desa  dan dari bawah sebagai motor pertumbuhan dan pemerataan  ekonomi serta pengentasan kemiskinan. Rencananya, koperasi akan dibentuk di lebih dari 80 ribu desa untuk mengelola ekonomi lokal. Strategi ini menunjukkan bahwa pembangunan tak lagi bersandar pada megaproyek, tetapi pada ekonomi rakyat yang membumi, orientasi dari bawah ke atas-bottom up

Yang menarik, Prabowo mulai menggeser orientasi pembangunan besar seperti infrastruktur dan IKN kepada skema yang lebih efisien. Proyek-proyek strategis nasional yang terindikasi hanya menjadi kedok oligarki tengah ditinjau ulang bahkan ada yang dihentikan. Pemerintah mulai menata ulang anggaran untuk lebih fokus pada kebutuhan rakyat banyak, artinya mulai menerapkan prinsip ‘focus demand sacrifices’.

Dalam sektor keuangan negara, ia membuat terobosan lewat pembentukan Dana Abadi Nasional, semacam sovereign wealth fund Indonesia. Tujuannya adalah mengelola aset negara dengan lebih profesional dan memutus praktik korupsi serta salah urus di tubuh BUMN yang selama ini kerap menjadi sumber kebocoran negara,  dan investasinya akan lebih  berorientasi pada kepentingan rakyat. Namun demikian, ada tiga  hal penting yang masih terasa lesu dan butuh perhatian segera: politik luar negeri,  pendidikan nasional dan disiplin nasional.

 

Politik Luar Negeri yang Kurang bertenaga.     

Enam bulan pemerintahan berjalan, peran Indonesia dalam konstelasi global masih terasa redup. Diplomasi kita kehilangan greget. Politik luar negeri yang dulu dikenal bebas aktif kini cenderung agak pasif, tanpa manuver yang menonjol di forum-forum dunia. Ketika isu-isu besar seperti krisis kemanusiaan, geopolitik Indo-Pasifik, hingga transformasi teknologi dan energi global mengemuka, posisi Indonesia nyaris tak terdengar.

Kementerian Luar Negeri perlu dikuatkan kembali. Kualitas diplomat dan strategi internasional harus ditingkatkan. Prabowo punya jaringan dan respek global yang baik, tinggal bagaimana ini dimanfaatkan untuk mengangkat kembali posisi Indonesia sebagai middle power yang dihormati.

Pendidikan: Kurikulum Neraka dan Kesenjangan Mutu.    

Sektor pendidikan belum tersentuh secara signifikan dalam enam bulan ini. Padahal, fondasi kemajuan bangsa ada di sini. Anak-anak kita dicekoki kurikulum yang terlalu berat, yang lebih menekan daripada mencerdaskan. Kurikulum pendidikan dasar dan menengah sudah seperti “neraka kecil” bagi anak-anak. Beban akademik harus dikurangi setidaknya 50% agar memberi ruang tumbuhnya kreativitas, karakter, dan minat belajar.

Di tingkat perguruan tinggi, penguasaan bahasa asing harus ditingkatkan secara masif. Ini penting agar lulusan kita tidak tertinggal dari dunia global dan bisa bersaing di pasar kerja internasional. Kualitas dosen dan mutu akademik juga perlu penyesuaian dengan standar internasional. Pendidikan siap pakai, vokasi, dan politeknik harus diperbanyak dan diperkuat.

Pendidikan harus menyentuh tiga aspek sekaligus: pikiran (mind), hati (heart), dan jiwa (soul). Kita tidak sedang membangun manusia mesin, tapi manusia utuh. Karena itu pula, standar gaji ASN—terutama guru—harus setara dengan negara-negara maju jika ingin mutu pendidikan meningkat. Kebijakan full day school sudah selayaknya diterapkan karena sudah ada dukungan makan bergizi gratis dari negara.

Disiplin Nasional dan Tantangan Sosial.

Tantangan besar lain adalah krisis disiplin nasional menjangkiti hampir  semua,  terutama di kalangan anak muda. Gaya hidup hedonis, konsumtif, dan pamer kekayaan menjangkiti generasi muda, didorong oleh tayangan-tayangan media dan konten digital yang bebas nilai. Ini harus dihentikan. Negara tak boleh diam. Televisi, media sosial, dan para pesohor harus diberi batas yang etis agar tidak merusak moral generasi.

TNI dan Polri pun perlu kembali pada rel fungsinya.

Terlalu banyak masuk ke dunia bisnis dan jabatan sipil hanya akan memperkeruh tata kelola negara. Penegakan hukum masih lemah. KPK, Kejaksaan, Kepolisian, dan Mahkamah Agung sedang ‘sakit’ oleh hedonisme, konflik kepentingan, dan infiltrasi korupsi. Namun, publik menaruh harapan bahwa Prabowo sedang menyiapkan langkah-langkah strategis untuk membersihkan ini semua. Ia mungkin menunggu waktu yang tepat, tetapi ketegasannya sudah terlihat. Ia hanya membutuhkan orang-orang yang benar-benar bersih dan berani.

Enam bulan adalah waktu yang singkat, namun cukup memberi isyarat tentang arah besar pemerintahan ini. Jika konsistensi terus dijaga, jika pembenahan sektor-sektor kritis segera dilakukan, maka kita sedang menyaksikan lahirnya fondasi baru bangsa: bottom up,  yang berpihak pada rakyat, membangun dari desa, dan meletakkan martabat bangsa di tengah percaturan dunia. Dan itu dimulai dari desa dan dari bawah.

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.